Selamat Datang

Anda memasuki kawasan bebas berfikir dan berpendapat

14 February 2007

Sejarah Mati Tiba-Tiba

Sejarah baru saja selesai mandi. Wangi merk sabun terkenal masih tercium dari tubuhnya, rambut ikal mirip Josh Gorobannya masih basah. Tetes-tetes air masih mengalir di pipinya. Masih terlalu pagi waktu itu. Matahari baru saja muncul, embun yang bercinta dengan dedaunan masih belum mau beranjak. Kisah manis memang tidak harus cepat berlalu.

Seorang laki-laki entah siapa, tiba-tiba saja melemparkan batu ke arah sejarah yang baru saja sampai di depan pintu. Plak.... kepalanya bocor dan berdarah. Laki-laki menyengir dan kemudian berlalu. Dalam perjalanan ke rumah sakit, sejarah menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Hari itu juga sejarah berakhir. Dia mati mengenaskan dan tragis. Dilempar batu....
Hari itu juga diketahui pembunuhnya, Francis Fukayama. Dia mentakrifkan The End of History, sejarah telah berakhir dengan kemenangan kredo politik-ekonomi dan sosial Liberalisme yang mengusung paham ekonomi Pasar. Sebuah mantel ternbaru kapitalisme yang telah dibibitkan sejak lama oleh Adam Smith, kemudian disemai Hayek dan ikut dirawat Milton Friedman. Keynas seketika mati.

Invisible Hand (tangan tak terlihatnya) Adam Smith segera direvolusi habis-habisan. Semua regulasi yang menghalangi penumpukan modal dihancurkan. Negara sebagai pemegang utama kedaulan rakyat, diubah hanya sekedar penonton. Negara tidak bereaksi saat kapitalisme mencabik-cabik daging rakyatnya.

Sebagai mantel baru, dia memang gila-gilaan. Berbagai instrumen penting dunia segera dikuasai. Mulai dari WTO, IMF, Worl Bank dan kemudian ditenggarai juga PBB. Lembaga-lembaga ini kemudian dijadikan kaki tangan untuk memuluskan ekonomi pasar atau dalam bahasa yang lebih ideologis dikenal dengan Neoliberalisme.

Dalam The End History, pertentangan ideologi dan ekonomi yang mewarnai dunia lebih dari 40 tahun, segera ditentang tidak relevan lagi. Dunia memasuki konflik puak, ras, agama dan suku bangsa. Konflik horizontal kemudian merajai konflik peradaban. Bagi yang percaya , pembunuhan pendeta, pemb akaran gereja dan mesjid, penyerangan Afganistan, Irak dan sebagainya berada dalam mind frame Fukayamaisme.

Walau hal itu akan ditolak mentah-mentah oleh kaum sosialis. Sosializm melihat konflik masih dalam bentuk pertentangan klas, antara yang berpunya dengan yang tidak. Antara borjuis denga proletar. Mereka masih mengatakan, bahwa lokomotif sejarah adalah pertentangan klas.

Akhir sejarah, diawali dengan runtuhnya modernisme. Paham yang telah menguasai dunia bertahun-tahun ini, tiba-tiba saja dianggap rontok dan tidak sesuai dengan semangat jaman. Anti religius dan pengagungan rasio dan logika yang menjadi ciri khas modernitas, segera ditinggalkan. Manusia kembali ke fitrahnya. Religiusme menemukan tempatnya kembali, meski dalam bentuk yang berbeda. Di Amerika dan Eropa, orang ramai-ramai mencarinya, namun mereka tidak lari ke agama-agama besar (minus Islam mungkin). Eropa memasuki relijius yang berbeda. Mereka menemukan kearifan pada aliran-aliran sempalan agama-agama dunia. Mereka menganut kepercayaan yang bukan dalam mainstream agama. Tapi lebih bisa dikatakan, mereka percaya pada yang gaib. Tapi bukan Tuhan, mungkin. Bisa roh, bisa dukun, dan bisa yang lainnya. Intinya, disatu sisi, religius tapi bukan "beragama"

TIDAK SEMUA KEBENARANA MESTI DIJELMAKAN
BIARLAH IA MENDENGUP LIRIH SEBAGAI SUKMA
SEPERTI SUARA BEL YANG MENGAMBANG..
YANG SUARANYA HANYA TERDENGAR SEKEDAR LAMAT-LAMAT
MENYENTUH SUKMA DENGAN SEJUTA TANDA
HANYA KETERBUKAAN MENYIBAKNYA DENGAN RENDAH HATI YANG SUMELEH..
DALAM THE END OF MODERNITY... (the End Modernity : George Vatimo)

Read More......