Selamat Datang

Anda memasuki kawasan bebas berfikir dan berpendapat

29 October 2007

Longsor Batu di Bukit Turki

Malam itu, Surnawati dan keluarga sedang menonton TV, ketika terdengar bunyi gemuruh dari belakang rumahnya. Dia dan anak-anaknya segera bangkit dan berlari keluar rumah. Suara gemuruh itu sudah dikenalnya. Selama 24 tahun berdiam disana, sudah tiga kali gemuruh yang sama datang.

"Longsor..., longsor...," teriaknya berkali-kali dan keras.

Tidak berapa lama setelah keluarga ini keluar rumah, bunyi braaak terdengar keras. Ternyata sebongkah batu yang tadinya bergemuruh telah menghantam dinding batako rumah keluarga ini. Dia terdiam sesaat. Belum berani masuk. Takut kalau-kalau batu yang lain kembali jatuh. "Nyawa sangat berharga," pikirnya.

Malam itu, Senin 22 Oktober 2007, sekitar pukul 19.30 WIB. Keluarga itu kalut, takut dan was-was. Longsor batu yang terjadi malam itu membuat mereka waspada. Seusai beberapa jam diguyur hujan, batu-batu bukit dibelakang rumahnya, tiba-tiba saja jatuh.

Setelah merasa aman, perempuan berusia 45 tahun ini, mulai bergerak ke dalam rumah. Batu seukuran meja telah menjebol dinding yang sebagian terbuat dari papan itu. TV-nya rusak. Ternyata setelah menghantam dinding, batu berwarna gelap ini terlontar ke atas tempat tidur dan kemudian menimpa tv berwarna 14 inci, satu-satunya miliki keluarga ini.

"Lah 24 tahun ibuk disiko, lah tigo kali nan sarupo ko tajadi. Untung se kami sekeluarga ndak baa-baa," kata Surnawati ketika saya berkunjung ke rumahnya, Rabu (24/10), di kaki

Bukit Kuburan Turki Rw 01 Kelurahan Mato Aie Kecamatan Padang Selatan.
Rumah perempuan dengan lima orang anak ini cukup sederhana. Lantainya memang terbuat dari semen, tetapi sebagian dinding rumah itu terbuat dari kayu. Atapnya pun sudah mulai menghitam dimakan usia. Di ruang depan hanya ada seperangkat kursi tamu. Dibelakangnya kursi inilah, ada dinding yang sengaja ditambal, bekas jebol dihantam longsoran batu saat gempa 13 September silam.

Saat saya memasuki rumah ini, batu besar tersebut sudah dikeping. Serpihannya dikumpulkan di sudut ruangan. Disana sebelumnya, kata Surnawati, ada dipan tempat anaknya tidur. Sesaat sebelum musibah itu terjadi, salah seorang anaknya sedang tidur-tiduran. Entah firasat apa, tiba-tiba saja sang anak bangkit dan pergi membeli mie instan ke warung.

"Kalau ndak pasti inyo lah kanai pulo," tukasnya.

Surnawati tidak sendiri, sedikit keatas rumah Surnawati, musibah longsor batu juga menimpa rumah keluarga Liana, 50 tahun. Dinding kamar anaknya, di bagian paling belakang, jebol dihantam batu. Memang tidak ada korban jiwa, karena saat itu mereka semua juga sedang menonton tv. "Untuang hari masih sanjo, anak-anak alun tidua. Kalau tajadinyo malam, antah apo yang akan tajadi," kata Liana dengan mata berkaca-kaca saat saya temui, didampingi anak keduanya, Desmita ( 29).

Kamar itu berukuran 3x4 meter. Ada lubang besar dibagian kanan dinding yang terbuat dari holowbrik tanpa plester. Batu memang tidak masuk ke dalam kamar, karena ada jarak antara dinding dengan tebing bukit. Puing-puing dinding berserakan di dalam kamar minim perabotan ini. Satu unit kipas angin kecil di sudut ruangan sepertinya rusak ditimpa puing dinding. Pecahan dinding juga menimpa kasur anaknya,--saat saya berkunjung sudah dipindahkan--.

Seperti Surnawati, keluarga Liana dengan juga keluarga miskin. Rumah yang didiaminya selama 20 tahun ini sudah tua dimakan umur. Atapnya pun buram. Di dalam rumah hanya terlihat satu unit tv hitam putih keluaran lama. Ruang tamu tanpa hiasan, hanya seperangkat kursi tamu berwarna merah. Dipintu rumah ini tertempel rumah keluarga miskin.

"Apak anak-anak karajonyo di swasta," kata Liana dengan senyum getir, kata saya tanyakan pekerjaan suaminya.

Kejadian malam itu nyaris merenggut nyawa tiga keluarga (satu lagi keluarga Jasmon-red) di Rw 01 Kelurahan Mato Aie Kecamatan Padang Selatan ini. Bukit berbatu dibelakang rumah mereka, tegak dengan kemiringan nyaris 90 derajat. Sulit mendaki ke atas, jika kita tidak terbiasa.

Bukan cuma bukitnya yang terjal. Jalan menuju lokasi itu pun juga tidak mudah. Dari pinggir jalan raya, kita harus melewati ratusan anak tangga yang tersusun dari batu-batu gunung. Sepertinya tangga batu ini sudah lama disusun. Warnanya sudah menghitam dan licin jika terguyur hujan. Susunanya pun tidak terlalu beraturan, seperti laiknya sebuah tangga.

Mendaki puluhan anak tangga yang sempit, membuat nafas kita yang tidak biasa, ngos-ngosan. Bukan cuma licin saat hujan, untuk mencapai tiga rumah itu, beberapa kali belokan tangga harus dilalui. "Awak lah biaso om, ndak payah bagai do," ucap Karim (7) anak Jasmon, salah satu korban longsor batu.

Bulan Oktober sampai Desember dikenal sebagai bulan hujan. Hampir setiap hari hujan mengguyur kota ini. Sebanyak 44 Kepala keluarga yang mendiami Rw 01 sekitaran pinggang bukit itu was-was dan takut. Untuk jangka panjang mereka berharap relokasi, namun saat ini warga inginkan tenda untuk berteduh jika hujan turun atau gempa menguncang.

"Tidak kondusif lagi disana. Mereka harus segera dipindahkan ke lokasi yang aman. Sementara waktu pemerintah harus membangun tenda untuk mereka. Kalau ada tenda, jika hujan turun mereka bisa berteduh disana," kata Wakil Ketua DPRD Sumbar, Mahyeldi Ansharullah, kepada saya seusai meninjau dan berdialog dengan warga.(*)

Read More......

06 October 2007

Sesat Telusupi Umat

Pagi baru saja dimulai. Kawasan Jalan Dr Sutomo Padang yang biasanya tenang dipagi hari, mendadak buncah. Ratusan orang berkumpul di halaman sebuah ruko berlantai dua di jalan itu. Mereka laki-laki dan perempuan, membawa poster bernada protes.

Hari itu, Selasa (2/10) pagi. Sejak pukul 7.00 wib, massa sudah menyemuti halaman gedung itu. Jumlahnya pun terus bertambah. Mereka datang mengunakan sepeda motor dan mobil. Masa yang berkumpul segera menggelar orasi dan mengacungkan tangan. Puncaknya, massa yang terdiri dari ormas Islam, pemuda dan mahasiswa ini mendobrak pintu depan ruko yang terkunci rapat. Braakkk. Mereka masuk dan kemudian menyegel gedung itu.

Sebanyak 12 penghuninya kaget. Aparat keamanan yang datang, langsung mengevakuasi mereka ke Mapoltabes Kota Padang. Upaya itu dilakukan untuk menghindari, kalau-kalau saja emosi masa terpancing dan menghakimi mereka. Lantas apa sebenarnya yang terjadi di pagi hari itu. Ternyata ratusan warga dan ormas Islam ini menggerebek markas sebuah aliran yang menamakan diri Al Qiyadah Al Islamiyah. Aliran ini telah difatwa sesat dan menyesatkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan nomor fatwa 1/Kpt.F/MUI-SB/IX/2007.

Ibarat angin, kabar keberadaan aliran sesat Al Qiyadah Al Islamiyah itu langsung menyebar ke tanah air. Di belahan Indonesia lainnya, keberdaan ajaran ini juga menguak. Adalah Ahmad Moshaddeq yang menjadi pemimpin ajaran ini. Kepada pengikutnya pria ini mengaku sebagai nabi dan telah menerima wahyu setelah bertapa selama 40 hari 40 malam dan memproklamirkan diri sebagai rasul menggantikan Nabi Muhammad SAW pada 23 Juli 2006.

Lalu bagaimana ajaran ini bisa masuk ke Ranah Minang ini? Menurut bocoran dari dua calon pengikutnya, Tasmawardi dan Guspardi yang urung bergabung begitu mengetahui kesesatan ajaran itu, mengatakan ajaran ini masuk ke Padang dibawa Eri Mulyadi pada 2004. Awalnya mereka hanya menggelar pengajian biasa layaknya sebuah wirid rutin yang kerap dilakukan suatu majelis taklim di sebuah perusahaan di Kota Padang. Ajaran yang dibawa Eri Mulyadi yang merupakan kakak dari Dedi Priyadi (pemimpin Al Qiyadah di Kota Padang) ini, dalam "memperkenalkan" diri mulanya masih berpijak pada syariat Islam. Hingga beberapa bulan kemudian, barulah terungkap kejanggalan-kejanggalan ajarannya.

Salah satunya, mereka menganggap shalat tidak wajib dilakukan lima waktu. Menurut ajaran ini kondisi ini sama dengan kondisi Makkiyah (atau era sebelum nabi Muhammad hijrah ke Madinah). Sehingga shalat tidak begitu diwajibkan.

Pengajian yang belum punya nama ini, pada 23 Juli 2006 barulah mendeklarasikan diri dengan nama Al Qiyadah Al Islamiyah, yang mempunyai syahadat sendiri dan menjadikan Ahmad Mushaddeq sebagai nabi dengan penyebutan Al Masih Al Maud. Sejak itu dimulailah perioderisasi penyebaran ajaran yanag didasarkan fase-fase yang mereka ciptakan sendiri.
Fase pertama adalah fase sembunyi-sembunyi. Mereka menyebarkan ajarannya dari rumah ke rumah. Setelah pengikut mulai banyak, masuk ke fase jahran (membuka diri). Di fase ini mereka terang-terangan menyebarkan ajarannya, termasuk melalui surat elektronik (email). Lalu ada fase hijrah (pindah), kemudian fase perang untuk memerangi semua umat beragama lainnya yang bagi mereka adalah sesat. Setelah itu ada fase kemenangan dan berakhir dengan fase membentuk pemerintahan sendiri.

Untuk saat ini, bisa disimpulkan mereka masih berada pada fase membuka diri, hingga akhirnya kesesatan mereka terungkap dan menjadi pemberitaan di mana-mana. Dalam fase membuka diri, penyebaran ajaran yang mereka lakukan di Padang, dilaksanakan dengan mewajibkan para pengikutnya untuk mendapatkan satu pengikut baru tiap bulannya. Ditaksir, saat ini ada sekitar 2000-an pengikut Al Qiyadah yang tersebar di berbagai daerah yang ada di Sumbar. Aliran ini telah "mengembangkan sayap" ke Pesisir Selatan, Pasaman, Pariaman meliputi Kayu Tanam dan Lubuak Aluang, Solok dan Kota Padang. Bahkan pengikut yang ada di Padang menebar jaringan pula ke Muaro Bungo, Jambi dan Palembang.

Untuk mendapatkan pengikut baru ini, tak jarang mereka memaksa orang tua atau keluarganya untuk bergabung. Maka jangan heran bila ada anak yang melawan orang tuanya karena "ogah" bergabung dengan "kebenaran" versi mereka itu. Bagi anak yang hidup mapan, orang tua yang tinggal bersamanya akan diusir. Atau bila dia masih tinggal dengan orang tua, maka pilihannya adalah kabur dari rumah.

Lantas bagaimana orang-orang bisa begitu mudah mempercayai ajaran ini? Menurut Tasmawardi, itu disebabkan kurangnya pemahaman yang bersangkutan atas Islam yang telah dianutnya. Selain itu pengaruh pergaulan dan lingkungan tempat kerja serta keinginan untuk mencari kebenaran agama juga tidak bisa dinafikan.

Alasan untuk mencari kebenaran ini setidaknya terungkap dari mulut Mardimin (43), yang menyatakan tobat dan kembali mengucapkan syahadat, Kamis (1/11) lalu. Warga Blob B Perumahan Ulu Gadut Padang ini, awalnya dikenal warga sebagai imam masjid di kompleknya. Beberapa warga yang sempat ditemui disela-sela prosesi pensyahadatan di Masjid Darul Ulum Blok B Perumahan Ulu Gadut mengatakan sebelum mengikuti ajaran tersebut, Mardimin adalah alim dalam arti yang sebenarnya. Selain menjadi imam sholat berjamaah di masjid, pria yang sehari-harinya menjadi PNS di Universitas Andalas ini juga seorang mubaliq. Kerap kali dia memberikan wejangan agama kepada masyarakat.
Namun 10 bulan yang lalu, sikap Mardimin mulai berubah. Dia yang biasanya menjadi imam, mulai tidak lagi melakukan sholat jamaah. Bahkan datang ke masjid pun sudah mulai jarang. Begitu juga dengan sholat subuh bersama. Nyaris sejak menjadi pengikut ajaran itu, Mardimin memisahkan diri dari kegiatan agama warga. Puncaknya, pertengahan ramadhan 1428 H yang lalu, Mardimin dan keluarganya mengadakan pengajian dengan sesama pengkut Al Qiyadah Al Islamiyah lainnya di kediaman mereka.

Beberapa warga di Masjid Darul Ulum menduga perkenalan Mardimin dengan ajaran sesat itu dimulai di lingkungan tempat dia bekerja. Ketika ditanyakan warga, Mardimin mengatakan dia hanya ingin mendalami agama dan mencari kebenaran. Hanya itu. "Sejak sikap dia mulai berubah, kami mulai curiga. Suatu waktu seusai sholat subuh, kami mengajak dia lari pagi. Saat itulah kami tanyakan, bahkan sempat terjadi perdebatan dengan warga waktu itu. Dia mengatakan, hanya ingin mencari kebenaran dan mendalami agama," kata Ketua RW 1 Blok B Ulu Gadut Padang, Drs Suhandal Muktar MM.

Berbagai pendekatan persuasif dilakukan warga. Walaupun meyakini ajaran yang diduga sesat, warga kata Suhandal tidak pernah mengucilkan Mardimin. Pergaulan sehari-hari dilakukan seperti biasanya, hanya saja disela-sela kehidupan sehari-hari itu, mereka tetap berusaha memberikan masukan dan mencoba menarik Mardimin kembali ke ajaran Islam yang sebenarnya.

Upaya keras ini pun kemudian membuahkan hasil. Pada Kamis, 11 November 2007 silam, Mardimin berserta Istrinya Yurniati (40), anak sulungnya Ari (15) dan satu orang pembantunya, Sarah (13), melafazkan syahadatin kembali. Disaksikan ratusan warga yang memadati masjid itu, Mardimin sekeluarga dipandu oleh ketua bidang fatwa MUI Sumbar, Gusrizal Gazahar, untuk mengucapkan syahadat kembali. Disaksikan warga, Mardimin menyatakan tidak mengakui lagi seluruh ajaran Ahmad Mushaddeq ini.

"Ini satu hal yang luar biasa bagi saya dan keluarga, ini peritiwa yang sakral bagi kami. Saya sudah terlalu jauh berjalan mencari kebenaran. Dan sekarang saya kembali lagi ke jamaah dimana saya pernah bersama mereka. Saya akan berusaha menarik teman-teman saya yang lain untuk kembali ke jalan Islam," kata Mardimin didepan para jamaah.

Sejak media massa gencar memberitakan tentang ajaran ini, satu demi satu pengikut Al Qiyadah Al lslamiyah di Kota Padang meyatakan tobat dan keluar dari ajaran ini. Sebelum Mardimin sekeluarga, pengucapan syahadat kembali juga dilakukan Rinto Widjaya, Ayu, Dasril Darwin, Rustam E dan pengikut lainnya.

Ketua bidang Fatwa MUI Sumbar, Gusrizal Gazahar mengatakan dengan pengucapakn kembali kalimat syahdat itu, mereka kembali menjadi muslim. Dosen IAIN Imam Bonjol Padang ini meminta setiap umat muslim menerima mereka kembali sebagaimana biasanya. "Maka itu bagi mereka yang sudah mengucapkan syahadat kembali, dan menemui keraguan-keraguan yang sulit dicari jawabannya, MUI selalu membuka diri," kata Gusrizal Gazahar.

Terlepas dari itu semua, kita sebagai umat muslim tetap harus waspada. Karena aliran sesat dan menyesatkan ini bukan hanya Al Qiyadah Al Islamiyah. Kalau boleh dikatakan ajaran sesat sekarang sedang menjadi tren. Belum selesai yang satu, sudah muncul yang lainnya. Setidaknya, ada beberapa ajaran yang sudah di fatwa MUI sesat seperti Ahmadiyah, Darul Arqom, Islam Jamaah/Darul Hadits, LDII, NII Al Zaytun, Baha'i, Lembaga Kerasulan, Mahesa Kurung, Isa Bugis, Kerajaan Tuhan, Al Qur'an Suci dan banyak lagi, termasuk Jamiyatul Islamiyah yang sempat bikin heboh Kota Padang pada Oktober 2006 silam. (****)

Kesesatan Al Qiyadah Al Islamiyah

Berdasarkan fatwa MUI No 1/Kpt.F/MUI-SB/IX/2007, terdapat sembilan ajarannya yang bertentangan dengan ajaran Islam.

1. Al Qiyadah Islamiyah mengubah syahadatain dari yang seharusnya “asyhadu alla ilha illallah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah menjadi Asyhadu alla ilaha illallah wa asyahadu anna masihal mau’udar Rasulullah”,

2. Aliran ini mengingkari kewajiban lima waktu, bagi mereka shalat yang wajib hanya qiyamulail saja (sholat malam),

3. Menyakini adanya rasul setelah Rasulullah Muhammad SAW yaitu al-masih al-mau’ud (al masih yang dijanjikan), yang mengiklankan diri pada tanggal 23 Juli 2006 di Gunung Bunder Bogor.

4. Al-Qiyadah al-Islamiyah memandang umat lain yang tidak masuk anggotanya sebagai orang musyrik dan najis,

5. Aliran ini mengingkari Sunah Rasul atau hadist Nabi Muhammad secara menyeluruh.

6. Menyakini bahwa peran kerasulan Muhammad SAW sudah berakhir dengan kematiannya, dan digantikan dengan ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Rasul al Masih al Mau-ud.

7. Mereka juga melakukan penafsiran Alquran menurut hawa nafsu tidak mengikuti kaidah-kaidah bahasa Arab dan kaidah ilmu tafsir seperti surat Al –A’raf ayat 185 digunakan sebagai alasan menolak hadist atau sunnah nabi.

8. Aliran ini dalam ajarannya telah mencampur adukan antara Islam dan Injil.

9. Aliran ini menyebarkan gerakkan yang berpotensi memecah belah umat karena dalam ajarannya mereka terdapat lima fase gerakan perjuangannya salah satunya ada fase qital (memerangi orang yang tidak masuk dalam kelompok mereka).

Read More......