Selamat Datang

Anda memasuki kawasan bebas berfikir dan berpendapat

22 August 2006

"Penggusuran itu, Hampir Renggut Nyawa Anakku"

Setiap perlakuan tidak adil kepada kaum miskin, pastinya meninggal kisah sedih. Seperti yang dialami ibu muda satu ini. Pembongkaran lapak tempat dia berjualan oleh satuan pol pp, hampir saja merenggut nyawa anaknya.

Kesedihan masih tergurat jelas di kening wanita muda ini.Tatapannya kosong, peristiwa penggusuran "lapau"nya di pasar pagi Jl. juanda, Senin (14/8) masih tetap menghantuinya.Kenapa tidak, peristiwa itu hampir saja merenggut nyawa anak bungsunya, Fitri (10 bulan). Akunya, Fitri sedang lelap tertidur di dalam "lapau" ketika seorang Satpol Pamong Praja naik keatas atap dan menghancurkan atap "lapaunya". Akibatnya wajah Fitri tergores kayu yang jatuh dari atap "lapau".

Elimarni (31 tahun) begitu wanita muda ini biasanya di sapa, terlihat letih di lapak sederhana yang dia bangun kembali di bekas "lapau"nya yang hancur.Sambil "memangku" Fitri yang tertidur lelap,Kepada POSMETRO ia bercerita bahwa penggusuran "lapau"nya telah menghancurkan harapan terakhir yang dimilikinya. Dengan "lapau" itu ia selama ini menafkahi empat orang anaknya dan menyekolahkan tiga diantaranya. Selasa (22/8), ketika menanyakan perihal suaminya, mata wanita yang sehari-hari tinggal di rumah kontrakan di Jl. Rasak No 3 Rt IV Lolong ini berkaca-kaca. Dari pengakuannya,sudah enam bulan ini suaminya pergi meninggalkan mereka.

"jan kan ka mangirim pitih untuk anak-anaknyo,mangagiah kaba inyo dima kini pun indak adoh" katanya sambil menyeka air mata yang mulai menetes di pipinya. Dibekas puing-puing "lapau"nya, ia membangun lapak sederhana. Dengan bermodalkan payung besar dan meja bekas, ia berusaha membangun kehidupannya kembali, menguntai asa yang mulai memudar. Nyaris sejak kepergian suaminya ia sendiri yang harus bergelut dengan waktu untuk dapat bertahan hidup.

"uni manggaleh karano ndak adoh yang bisa uni lakukan untuk hiduik,kini kanai gusur pulo"ucapnya. Dia bukannya tidak menuntut ganti rugi atas "lapau" yang di belinya tiga tahun silam. Bersama 9 orang pedagang pasar pagi lainnya ia mendatangi kantor DPRD padang, selasa 15/08/2006). Tapi sampai tulisan ini dibuat belum ada tindak lanjut dari dewan. Dia mengaku tidak habis fikir kenapa Pemko menggusurnya dan untuk apa ?. Menurutnya dia bisa menerima penggusuran ini,asalkan ada ganti rugi yang layak atau tempat jualan yang setara dengan yang di pasar pagi.

Matahari telah beranjak tinggi,Fitri anaknya terlelap berkeringat di lapak sederhana itu. Bocah malang itu telah mengalami begitu banyak kesedihan yang harus di tanggung di usianya yang sangat belia.Dia telah kehilangan kasih sayang bapaknya, dan hari ini kekejaman dunia juga telah merenggut satu-satunya harapan ibu. (***)

No comments: