Selamat Datang

Anda memasuki kawasan bebas berfikir dan berpendapat

30 November 2007

Undangan Temu Blogger Padang

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Info lengkap lihat http://makanbasamo.wordpress.com

Read More......

20 November 2007

Pram Muda itu Telah Lahir

Tiga tulisan diawal merupakan intreprestasi saya atas rekaman wawancara dengan ES Ito disuatu malam, seusai penulis muda ini bedah karyanya, Rahasia Meede. Berikut kutipan lengkapnya (*)

Kenapa tertarik menulis fiksi sejarah?

setelah Pram, novel sejarah seperti ruang kosong yang tidak terisi. Penulis-penulis Indonesia terlalu sibuk dengan trend kediriannya masing-masing. Mereka ingin menularkan pengalamannya yang pahit tentang pendidikan, kisah cinta yang terlalu dilebih-lebihkan, misalnya. Itu tidak memberikan pencerahan terhadap bangasa. Tapi kalau penulis ingin memberikan pencerahan, dia harus melihat ke belakang

Sejarah berada pada posisi berbeda. Waktu tidaklah linear. Waktu itu acak. Apa yang terjadi dimasa lampau bisa saja terjadi dimasa mendatang. Sejarah bukan sesuatu yang hilang ditelan begitu oleh waktu. Menulis sejarah berarti memprediksi masa depan. Dan tugas seorang penulis adalah menggariskan masa depan. Tugas ini belum banyak yang mengambilnya.

Bagaimana dengan Pram?

Pram terlalu sibuk dengan Jawa.

Jawa sentris?

Tidak Jawa sentris. Tapi dia tidak mencoba mengangkat bagian lain dari Indonesia untuk memberikan semangat perlawannan. Dia menafikan peran suku bangsa lain dalam mendirtikan republik ini. Pram dalam novelnya bicara tentang medan Priyayi, dan itu sangat Jawa. Tidak semua suku bangsa memiliki penulis. Tidak ada orang Papua, Bugis dan lainnya yang jadi penulis terkenal. Siapa yang akan mengangkat mereka. Bagaimana feel (perasaan) orang Papua terhadap republik ini, jika dia tidak menjadi bagian dari entitas budaya republik ini. Tidak ada yang bisa memastikan kalau Papua satu nasionalisme dengan kita, kalau tidak ada yang mengenalkan. Harus ada yang memulai.

Ada kemiripan anda dan Pram dengan realisme sosialisnya, bagaimana tanggapan anda?

Kalau kita menulis soal sekarang, mengambil kontek sosial dan politik sekarang. Itu memang harus realis. Tidak berarti, saya mengambil apa yang dilakukan Pram. Apapun yang kita gambarkan saat ini adalah realis. Politik kita, identitas demokrasi kita, semuanya penuh omong kosong. Keterwakilan seperti yang disinggung tokoh Kale dalam Rahasia Meede, hanya orang gila yang berdemokrasi. Siapaun yang menulis soal bangsa saat ini, pasti akan mirip dengan Pram.

Ada yang menyamakan anda dengan Pram muda, apa pendapat anda?

Itu sah-sah saja. Tapi saya dan Pram jelas berbeda. Pram membangun kemegahannnya sendiri, saya juga sedang membangun kemegahan saya sendiri. Siapa yang berhasil kita lihat nantilah. Kalau Pram masih hidup saya bakal tukar tandatangan dengan beliau.

Ada juga yang mengatakan gaya anda mirip dengan Dan Brown?

Gaya bercerita seperti itu bukan hanya milik Brown. Kenapa orang tidak menanyakan, bukannya Brown yang belajar ke Sidney Sheldon. Saya lebih dulu baca Sidney ketimbang Brown. Saya dengan Brown berbeda. Brown mengangkat isu-isu kuno soal agama. Dan menjadi menarik, karena brown menyentuh standar moral sesorang soal agama. Sedang saya mencipatan dunia baru, saya menciptakan peradaban baru. Saya memperkenalkan Indonesia pada dunia secara utuh. Bukan etnis dan agama.

Brown tidak mempromosikan Eropa atau Amerika, tapi Brownm mempromosikan sesutu yang sudah terjadi dimasa lalu. Konflik agama. Itu lumrah. Sedang saya menampilkan kesatuan sebuah bangsa dalam satu entitas yang terbentuk sejak berpuluh-puluh abad silam. Dan itu hanya terjadi di Indonesia. Brown jelas tidak mungkin mengungkap Amerika seperti saya mengungkapkan Indonesia

Apakah Rahasia Meede sudah mengungkapakan Indonesia secara utuh?

Belum dan harusnya memang belum. Harus ada penulis lain yang mengambil ini. Saat ini penulis terlalu sibuk dengan selera pembaca. Urusan saya menulis, kalau ada pembaca yang tidak suka, jangan baca. Urusan penulis menciptkan dunia baru, bukan mengikuti yang sudah ada.

Dalam Rahasia Meede diungkap soal harta karun VOC, apakah ini sebuah fakta?

Untuk yang ini, saya usulin pemerintah untuk membentuk tim saja.

Buku anda kaya denan dokumen sejarah, bagaimana mendapatkannya?

Saya melakukan studi di Gedung Arsip Nasional Jakarta untuk dokumen-dokumen KMB. Sedang untuk VOC, Batavia dan Pieter, saya melakukan wawancara dengan sejarahwan Alwi Sahap. Untuk Pulau Hondrus, Papua, Mentawai saya mendatanginnya. Intinya ada studi pustaka, wawancara, dan penelitian. Saya pikir untuk penulis zaman sekarang, studi dan penelitian itu harus dilakukan seberapa pun keterbatasan bujet kita. Kita harus menampakan potret asli rakyat. Kita tidak bisa lagi menyajikan mimpi-mimpi yang tidak mungkin terjadi. Novel-novel yang menampilkan mimpi, tidak lebih dari roman picisan. Tapi itu haknya penulis. Menurut saya harus ada penulis yang keluar dari itu.

Jadi apa sebenarnya tugas seorang penulis?

Tugasnya adalah memberikan kesadaran baru kepada masyarakat, membengkokan peradaban. Itu yang dilakukan Gorki (Maxim Gorki) yang menginspirasi revolusi Bolsyevik tahun 1917 lewat Ibunda yang ditulisnya pada 1906. Itu juga yang dilakukan Pram dengan tetraloginya, walau kita tahu tidak memberikan dampak politik apa-apa bagi Indonesia, kecuali PRD. Itu juga yang dilakukan penulis Ceko yang menumbangkan Rezim Sosialis di Ceko. Kata-kata mereka jauh lebih kuat dari tank-tank Soviet yang ada di Ceko.

Menurut saya, harus ada penulis yang mengambil posisi itu. Kita juga tidak bisa menutup mata kalau ada juga penulis yang menulis soal stensilan. Namun orang tidak harus menulis sesuai selera masyarakat. Saya menolak setiap upaya meminta saya menulis apa yang mereka inginkan. Saya hanya menulis apa yang saya inginkan.

Artinya penulis adala pendobrak awal perubahan?

Harusnya seperti itu. Kalau kita bicara konsep Nasionalisme Indonesia. Tidak ada satu pun kata-kata yang lebih menggemparkan ketimbang sebuah pamlet yang ditulis Raden Mas Soewardi Soerjaningrat “Ik eens Nederland Was” atau "Seandainya Saya Seorang Belanda". Dampak pamlet itu pengaruhnya jauh lebih masif ketimbang kongers SI (Syarikat Islam) yang dihadiri puluhan ribu orang.

Penulis itu memberikan kesadaran baru bagi masyarakat. Bahkan wartawan pun, pada banyak hal jauh lebih berguna dari novelis.

Apakah ini bentuk sikap anda?

Setiap penulis harus membawa ideologi.

Tapi untuk mencapai kesadaran seperti itu, pasti ada tahapan-tahapan sebelumnya?

Kesadaran adalah himpunan dari pengalaman. Saya SMA di Taruna Nusantara, pedidikan militer. Kesadaran konyol tentang Indonesia ada disitu. Tapi cukup memberi wawasan tentang kesatuan Indonesia. Lalu saya kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, ikut demo juga, lalu jadi kordinator I BEM UI.

Itu pengalaman yang membentuk kesadaran. Saya pernah datang disebuah tempat minum didepan bundaran HI. Disana tempat terjadi tawar-menawar aksi demonstrasi. Proses-proses demokrasi seperti itu semuanya omong kosong. Kita hanya dimainkan wacana dan isu yang membuat otak ini semakin buntu. Hanya elit-elit yng bermain. Kesadaran yang dibangun media, TV pun, yang terus menerus berganti, membuat orang lupa pada esensi masalah.

Indonesia harus seperti apa dan saat ini bagaiamana?

Indonesia adalah proses yang belum selesai. Di negara ini banyak ketidakadilan, begitu amburadulnya sistem. Harusnya dalam kondisi ini, Indonesia bisa melahirkan penulis-penulis hebat di dunia. Kita hanya melahirkan Pram. Para politisi kita ketika bicara soal rakyat, dia punya misi meraup suara. Begitu juga SBY saat bicara rakyat dia juga sambil menatap 2009. Harus ada yang memberikan kesadaran-kesadaran baru bagi rakyat.

Buku adalah sebuah produk, ada nilai bisnis didalamnya. Apa anda tetap berkomitmen menulis buku sejenis, jika tidak lagi diminati secara bisnis?

Saya pikir, buku-buku seperti ini tidak pernah akan habis. Yang namanya realis tetap akan menjadi trend. Banyak muncul aliran-aliran baru realis, tapi substansi tetap sama. Umberto Eco, Dan brown dan lainnya, bisa mewakili itu. Saya Insya Allah tidak akan beralih.

Bagaimana pandangan anda soal novel-novel Teenlit, Roman Picisan dan sebagainya?

Tidak ada hak saya untuk mengemontarinya. Orang cari duit. Tapi mereka bertanggung jawab membentuk bangsa ini menjadi instan. Sebenarnya yang lebih diwaspadai adalah teenlit yang dibungkus agama. Kalau yang sekuler bisa dihindarkan. Kita punya perangkat untuk itu. Tapi kalau dibungkus agama gimana.

Yakin bisa hidup sebagai penulis?

Tanyakan hal yang sama pada presiden. Apa dia bisa hidup sebagai presiden. Presiden dan penulis tidak jauh berbeda. Presiden pasti akan memikirkan apakah pemilih masih mood dengan dia. Begitu juga penulis, apakah pembaca masih menyukai karyanya.

Dalam novel anda sering dibawa identitas Minang, kenapa?

Kalau kita ingin terlibat dalam percaturan global. Maka akarnya adalah tanah kelahiran kita. Ketika orang Itali di New York, mereka akan bangga sebagai orang Sisilia. Kita harus punya dedikatif hidup pada tanah kelahiran kita. Dan ini bukan etnosentris. Akar terdalam seseorang adalah, pertama ibunya, kedua tanah kelahirannya. Itulah kenapa saya memasukan daerah-daerah di sumbar. Untuk menjadi besar, orang tak boleh durhaka pada ibunya, pertama ibu kandung kedua tanah kelahirannya.

Kita juga tidak bisa lepas dari konteks historis, Orang Minang terlibat dalam pembentukan republik ini. Itu kutukan sejarah yang tidak bisa kita hindari. Yang terus membebani kita sangat besar, sehingga kita menjadi kerdil saat ini.

Kenapa tentang diri anda sangat sedikit diulas?

Saya kan bukan penulis murahan. Kalau saya penulis murahan, saya tuliskan semuanya. Tapi ngapain saya menonjolkan apa yang telah berlalu. Pernah diburu 50-an pasukan berani mati, sedang kami hanya 13 orang. Hal seperti ini sudah berlalu dalam hidup saya, terlalu cengeng untuk saya tuliskan. Penggemar CV itu untuk lamar kerja bukan untuk penulis.

Apa rencana anda setelah ini?

Saya sekarang sedang memikirkan sebuah cerita yang substansinya sama. Konsepnya sama dengan sekarang, tetap mengangkat realistas yang ada. Tapi lebih tipis dan ringan. Obsesi terbesar saya adalah menulis soal Perang Kamang. Namun untuk membuat karya ini saya harus melakukan studi ke Belanda, karena disana data-datanya paling lengkap. Tradisi kaba di Minangkabau menyulitkan saya. Selain itu, saya juga mau menulis soal Rafles, Tan Malaka, tapi pada konteks yang lebih pelik, masa lalu.

Saya juga mau menulis tentang PRRI. Masih banyak yang belum terungkap. Ini tantangan buat anak-anak Padang. Karena PRRI adalah model otonomi daerah yang diingkari Jakarta. Sumbar tidak pernah melepaskan diri dari NKRI, yang ingin diganti adalah pemerintahnya. Penumpasan PRRI dikenal sebagai operasi Agustus. Sebagai orang minang, kita tidak boleh bangga dengan operasi itu. Karena membuat orang Minang mati secara kultur. Saya ingin tanyakan, apa yang diajarkan buku-buku sejarah pada kita soal ini. Pada 1958 itu, PRRI jauh lebih benar dari pada RI.

Apakah anda akan menulis buku teks sejarah?

Kayaknya ngak, saya belum siap menggantikan Nugroho Notosusanto.. (hahahaaa)(*)

Read More......

19 November 2007

Mengenal Es Ito, Penulis Novel Rahasia Meede (3/habis)

"SAYA TAK AKAN BERALIH"

Menghabiskan 2 jam dengan ES Ito, kita diajak pada kedalaman pemahamannya tentang banyak hal. Selama wawancara itu, sebatang rokok terus bermain disela-sela jari-jarinya. Pembicaraan pun melompat dari satu topik ke topik lainnya. Tentang identitasnya sebagai orang Minang misalnya, dan kenapa identitas ke-Minangannya itu selalu masuk dalam novelnya. ES Ito mengatakan, kalau ingin terlibat dalam percaturan global. Maka akar berpijak adalah tanah kelahiran. Demikian yang terjadi pada orang-orang Italia di New York.

Semua orang, katanya, harus punya dedikatif hidup pada tanah kelahirannya masing-masing. Karena akar terdalam seseorang adalah ibunya dan tanah kelahirannya. Untuk menjadi besar, lanjutnya, orang tak boleh durhaka pada ibunya, pertama ibu kandung kedua tanah kelahiran. Semua orang Minang, tambahnya, tidak bisa lepas dari konteks historis. Dalam artian, terkena kutukana sejarah terhadap bangsa ini, karena orang Minang terlibat dalam pembentukan republik ini.

"Itu kutukan sejarah yang tidak bisa kita hindari dan terus membebani, sehingga menjadikan kita lebih kerdil sepeti saat ini," imbuh Ito.

Obsesi terbesarnya sebagai novelis adalah menuliskan Perang Kamang, Rafles, Tan Malaka. Selain itu ES Ito juga terobsesi menulis PRRI. Sejarah-sejarah itu belum banyak yang terungkap. PRRI misalnya, sejarah yang diajarkan sekolah selama ini membuat orang Minang mati secara kultur. Sumbar dituduh memberontak, padahal kenyataannya PRRI hanya ingin pergantian pemerintah, bukan keluar dari NKRI.

Pembicaraan terus beralih dari satu topik ke topik lainnya dengan sangat cepat. Tentang buku ES Ito yang kaya data sejarah misalnya. Ternyata tidaklah mudah menghasilkan karya seperti Rahasia Meede. Banyak studi pustaka, wawancara, penelitian dokumen dan bahkan studi lapangan yang dilakukannya. ES Ito melakukan studi di Gedung Arsip Nasional Jakarta untuk dokumen-dokumen KMB. Melakukan wawancara dengan sejarahwan Jakarta, Alwi Sahap, untuk menggali data tentang VOC, Batavia dan Pieter Erberveld. Dia juga mendatangi kepuluan Mentawai, Papua dan Pulau Hondrus, untuk
mendeskripsikan secara langsung daerah itu dalam novelnya. Studi dan penelitian itu, katanya, harus dilakukan setiap penulis, seberapa pun terbatas bujetnya.

"Kita harus menampakan potret asli rakyat. Kita tidak bisa lagi menyajikan mimpi-mimpi yang tidak mungkin terjadi. Novel-novel yang menampilkan mimpi, tidak lebih dari roman picisan, menurut saya," katanya.

Pertanyaan terakhir yang diujung wawancara, cukup membuat dia berfikir sejenak. Sampai sejauhmana dia akan bertahan dengan gaya bercerita yang realisme seperti itu, dan tidak akan tergoda menulis bentuk lain yang lebih easy (mudah)? Buku, katanya, adalah sebuah produk dan ada nilai bisnis didalamnya. Tapi, dia yakin buku bertemakan realisme dengan pendekatan sejarah tidak akan habis. Yang berganti hanya cara penyampaiannya, sedang substansi tidak akan berubah.

"Saya tidak akan beralih. Kalau ditanyakan apakah saya bisa hidup dari menulis? Tanyakan hal yang sama kepada presiden. Apa dia bisa hidup sebagai presiden. Presiden dan penulis tidak jauh berbeda. Presiden pasti memikirkan apakah pemilih masih mood dengan dia. Begitu juga penulis, apakah pembaca masih menyukai karyanya," ujar ES Ito.

Dia benar, hidup adalah sebuah pilihan. Dan setiap pilihan itu mengandung resiko yang berbeda. Dia telah memilih dan siap menganggung konsekuensi yang ditimbulkan atas pilihannya itu. (*)

Read More......

Mengenal Es Ito, Penulis Novel Rahasia Meede (2)

"PENULIS, PENCIPTA DUNIA BARU"

Sejarah menjadi saksi bagaimana kekuatan goresan pena dalam mengubah sejarah dan menghebohkan sebuah tatanan yang mapan. Dicontohkannya, dalam konsep Nasionalisme Indonesia, tidak ada satupun kata-kata yang lebih menggemparkan ketimbang sebuah pamflet yang ditulis Raden Mas Soewardi Soerjaningrat "Ik eens Nederland Was" atau "Seandainya Saya Seorang Belanda". Dampak pamflet itu, jauh lebih masif ketimbang kongres SI (Syarikat Islam) yang dihadiri puluhan ribu orang.

Menurutnya, harus ada penulis yang mengambil posisi itu. Karena Indonesia adalah proses yang belum selesai. Di Indonesia banyak ketidakadilan, sistem yang amburadul. Harusnya dalam kondisi ini, Indonesia bisa melahirkan penulis-penulis hebat di dunia.

"Tapi kita hanya melahirkan Pram. Para politisi kita terlalu sibuk meraup suara. Harus ada yang memberikan kesadaran-kesadaran baru bagi rakyat. Saat ini penulis terlalu sibuk dengan selera pembaca. Urusan saya menulis, kalau ada pembaca yang tidak suka, jangan baca. Urusan penulis menciptakan dunia baru, bukan mengikuti yang sudah ada," lagi-lagi ketegasan sikapnya tampak dari setiap kata-katanya.

"Saya menolak setiap upaya meminta saya menulis apa yang mereka inginkan. Saya hanya menulis apa yang saya inginkan," katanya seakan medekonstruksi komersialilasi yang menghinggapi penulis-penulis Indonesia hari ini. Yang dibuktikan dengan maraknya cerita-ceritan teenlit, roman picisan, yang tidak menggambarkan kondisi Indonesia.

Malam terus berlanjut. Jam sudah menunjukan pukul 21.00 WIB. ES Ito hadir di Padang dalam rangka menghadir undangan bedah bukunya, Rahasia Meede. Dengan sedikit "memaksa" kami akhirnya bisa mengajaknya bicara soal karya dan buah pikirannya. Meski awalnya mengaku agak kelelahan dan ingin segera mandi, tapi ketika bicara soal padangannya terlihat ada rasa lapar di matanya. Ada impian besar yang sedang dicoba dibangunnya. Bukan untuknya, bukan untuk siapa-siapa. Tapi, untuk Indonesia.

Berbicara dengan Ito, kita diajak berdialog tentang banyak hal. Kata-katanya kadang melompat-lompat, namun denga alur pikiran yang tersistematis. Ini saya pikir sangatlah wajar, mengingat Ito memiliki latar belakang yang paradoks. Antara satu tahapan hidupnya dengan tahapan selanjutnya, cenderung bertolak belakang. Lahir dari keluarga petani tahun 1981 (seperti yang ditulis dalam profil singkatnya di Rahasia
Meede), ES Ito menghabiskan masa Sekolah Dasarnya di Magek. Seusai menamatkan SMP, penulis dengan nama lengkap Eddri Sumitra ini memasuki lingkungan baru di sekolah kemiliteran SMA Taruna Nusantara.

Berbeda dengan rekan-rekannya yang lain sesama lulusan angkatan ke-7, ES Ito memilih untuk tidak menjadi tentara. Entah apa alasanya, namun sebuah ucapan pendek sedikit banyak menggambarkan alasannya. "Di SMA Taruna Nusantara, saya mendapatkan kesadaran konyol tentang Indonesia. Tapi saya akui cukup memberi wawasan tentang kesatuan Indonesia," ungkapnya.

Kesadaran merupakan himpunan dari pengalaman. Itulah yang diungkapannya, ketika ditanyakan proses pencarian seperti apa yang membuat dia sampai pada puncak kesadaran tentang Indonesia. Pengalaman membentuk kesadaran. Woow.. penuh mauatan filosofis. Diceritakannnya, seusai tamat dari SMA Taruna Nusantara, dia menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI). Kembali di kampus yang banyak
melahirkan cendikiawan Indonesia ini, bibit intelektualnya tersemai. Berbagai kegiatan organisasi kampus diikutinya, dan bebarapa jabatan penting pernah disandangnya. Seperti kordinator I BEM UI.

Kuliah di kampus yang dekat dengan pusat kekuasaan, tentu akan berbeda hasilnya dengan jebolan universitas pinggir. Ada nilai plus yang mereka nikmati. Mereka saban hari menyaksikan sebuah transaksi politik, demi mencapai sesuatu. Tawar menawar
demonstran bayaran, misalnya.

"Saya pernah datang disebuah tempat minum di depan bundaran HI. Disana tempat terjadi tawar-menawar aksi demonstrasi. Proses-proses demokrasi seperti itu semuanya omong kosong. Kita hanya dimainkan wacana dan isu yang membuat otak ini semakin buntu. Hanya elit-elit yang bermain. Kesadaran yang dibangun media, TV pun, yang terus menerus berganti, membuat orang lupa pada esensi masalah yang sebenarnya," tambahnya.

Lalu kenapa dengan beragam pengalaman organisasi dan aktivitas sosial itu, ES Ito hanya menuliskan sepenggal kalimat tentang dirinya? "Saya bukan penulis murahan. Kalau saya penulis murahan, saya tuliskan semuanya. Tapi ngapain saya menonjolkan apa yang telah berlalu. Hal seperti itu sudah berlalu dalam hidup saya, terlalu cengeng untuk saya tuliskan. Penggemar CV itu untuk lamar kerja bukan untuk penulis," jawabannya menyentak dan keluar dari mainstream penulis kebanyakan, yang hobi mengobral CV.(*)

Read More......

Mengenal Es Ito, Penulis Novel Rahasia Meede (1)

MEMPERKENALKAN INDONESIA SECARA UTUH

Bersemangat dan tidak jarang meledak-ledak. Mengkonstruksi disatu sisi tapi melakukan dekonstruksi di tempat lain. Memiliki pandangan jauh dalam membangun bangsa, khas kaum muda. Itulah ES Ito, penulis Novel Rahasia Meede. Berbicara dengan anak muda ini seperti berbicara dengan pemikir politik ketimbang seorang novelis.

ES Ito, penulis muda kelahiran Sumbar. Pujian setinggi langit diberikan banyak pihak pada buah karyanya, Rahasia Meede. Tidak salah memang, membaca Rahasia Meede kita menemukan realitas Indonesia yang sebenarnya. Sangat bertolak belakang dengan apa yang digambarkan dalam cerita-cerita sinetron atau novel-novel picisan lainnya. Pram muda sudah lahir.

"Pramudya Ananta Toer muda sudah lahir dengan kompleksitas penulis generasi abad 21 tetapi tetap gigih membela manusia dan merayakan kebebasan," kata essais dan penyair M Fadjroel Rachman dalam sepenggal pujiannya atas Rahasia Meede.

Pendapat Fadjroel Rahman itu kemudian dibantahnya. Dalam sebuah wawancara di Padang, Kamis (14/11), ES Ito mengatakan antara dia dengan Pram jelas sangat berbeda. Pram membangun kemegahannnya sendiri, dan dia juga sedang membangun kemegahannya sendiri. Siapa yang berhasil, waktu yang akan membuktikan. "Tapi penggambaran itu sah-sah saja. Karena siapapun yang menulis soal bangsa hari ini, pasti akan mirip dengan Pram," tandasnya pada malam itu.

"Setelah Pram, novel sejarah seperti ruang kosong yang tidak terisi. Penulis-penulis Indonesia terlalu sibuk dengan trend kediriannya masing-masing. Mereka ingin menularkan pengalamannya yang pahit tentang pendidikan, kisah cinta yang terlalu dilebih-lebihkan, misalnya. Itu tidak memberikan pencerahan terhadap bangsa. Tapi kalau penulis ingin memberikan pencerahan, dia harus melihat ke belakang," ungkap
putra pasangan Suardi Katik Batuah dengan Rosnadiar ini menjelaskan alasan ketertarikannya menulis novel sejarah.

Perbedaanya dengan Pram, bukan cuma dalam membangun kemegahan. Banyak hal lainnya. Pram menurutnya terlalu sibuk dengan Jawa dan melupakan Indonesia yang lain. Sedang Es Ito, membangun Indonesia. Menampilkannya dalam kesatuan bangsa yang utuh dalam satu entitas yang terbentuk sejak berpuluh-puluh abad silam.

Pram, menurut ES Ito tidak mencoba mengangkat bagian lain dari Indonesia untuk memberikan semangat perlawannan. Dia menafikan peran suku bangsa lain dalam mendirikan republik ini. Pram dalam novelnya bicara tentang medan priyayi, dan itu sangat Jawa. Tidak semua suku bangsa memiliki penulis. Tidak ada orang Papua, Bugis dan lainnya yang jadi penulis terkenal. Siapa yang akan mengangkat mereka.

"Bagaimana feel (perasaan) orang Papua terhadap republik ini, jika dia tidak menjadi bagian dari entitas budaya republik ini. Tidak ada yang bisa memastikan kalau Papua satu nasionalisme dengan suku bangsa lainnya, seperti jawa yang digambarkan Pram. Harus ada yang memulai. Karena, sejarah berada pada posisi berbeda. Waktu tidaklah linear. Waktu itu acak. Apa yang terjadi dimasa lampau bisa saja terjadi dimasa
mendatang. Sejarah bukan sesuatu yang hilang ditelan begitu oleh waktu. Menulis sejarah berarti memprediksi masa depan. Dan tugas seorang penulis adalah menggariskan masa depan. Tugas ini belum banyak yang mengambilnya," kata ES Ito.

Dia juga menolak disamakan dengan Dan Brown, penulis novel fenomenal Da Vinci Code. Meski diakuinya memiliki gaya penceriataan yang sama, namun dia menolak mengekor Brown. Dikatakan ES Ito perbedaan mendasarnya dengan Brown adalah, Brown mengangkat isu-isu kuno soal agama. Novelnya menjadi menarik karena menyentuh standar moral seseorang soal agama. Sedang dia, mencipatan dunia baru, membuat peradaban baru.

"Saya memperkenalkan Indonesia pada dunia secara utuh. Brown tidak. Dia hanya mempromosikan sesuatu yang sudah terjadi dimasa lalu. Konflik agama. Itu lumrah," ujarnya.

Lalu apa tugas seorang penulis sebenarnya? Penulis, kata Ito, harus memberikan kesadaran baru kepada masyarakat, membengkokan peradaban. Itulah yang dilakukan Maxim Gorki yang menginspirasi revolusi Bolsyevik tahun 1917 lewat Novel Ibunda yang ditulisnya pada 1906. Itu juga yang dilakukan Pram dengan tetraloginya, walau semua tahu, itu tidak memberikan dampak politik apa-apa bagi Indonesia, kecuali Partai Rakyat Demokratik (PRD). Itu juga yang dilakukan penulis Ceko yang menumbangkan Rezim Sosialis di Ceko. Kata-kata mereka jauh lebih kuat dari tank-tank Soviet yang ada di Ceko.(nto)

Read More......

12 November 2007

Arena Book Fair III : Boyong Toko Sampai Bursa Buku Murah

Di hari kedua pelaksanaannya, ratusan pengunjung memadati arena Book Fair III di Gedung Bagindo Aziz. Janji akan adanya diskon seperti yang dikatakan panitia memang benar adanya. Semua stand yang mengisi arena memberikan diskon yang berbeda. Bahkan ada yang memajang tulisan "bursa buku murah Rp 10.000".

Dari puluhan stand yang ada, kehadiran toko buku Gramedia tentu saja menarik perhatian. Selain satu-satunya toko buku terbesar di Sumbar, Garmadia juga memboyong semua jenis koleksinya ke arena ini. Tidak tanggung-tanggung, sedikitnya 5000 eksemplar dari 30 group/jenis koleksi buku didatangkan ke Bagindo Aziz Chan. Demikian juga dari segi tempat, separuh bagian tengah Gedung Bagindo Aziz Chan ini jadi miliknya Gramedia.

" Gramedia boyong tokonya," itulah komentar Naini (40), ibu rumah tangga ketika diminta komentarnya soal stand Gramedia.

Pernyataan Naini yang datang bersama putranya ini tentu saja tidak salah. Selain lokasi yang lebih besar, susunan dan konfigurasi koleksi buku Gramedia memang dibuat sebagaimana biasa kita saksikan di tokonya. Semua koleksi dipajang di rak-rak buku yang diisi pada kedua belah sisinya. Begitu juga buku-buku baru, disusun rapi di atas meja sembari ada kalimat buku baru diatasnya.

Demikian juga dengan pelayanannya, tidak ada perbedaan. Semuanya dilakukan ala Gramedia. "Semuanya memang ciri khasnya Gramedia. Mulai dari susunan buku, pelayanan dan semunya sama," kata Penanggungjawab stand Gramedia, Waluyo, yang diwawancarai disela-sela kesibukannya melayani penggungjung.

"Bukan boyong toko. Pada mulanya kami dapat tempat separuh dari besar yang sekarang. Tetapi panita menawarkan yang separuhnya lagi, kebetulan waktu itu masih kosong. Jadilah kami dapat yang lebih luas," terang Waluyo.

Selama dua hari berpameran, buku yang paling laris diburu pembeli adalah Tetralogi Laskar Pelangi karangan Andrea Hiraka. Selama dua hari itu, buku yang menjadi best seller nasional ini habis terjual 200 eksemplar. Pernyatan Waluyo soal laskar Pelangi, terbukti. Hanya dalam beberapa saat saja, saya sudah melihat beberapa perempuan mengapit buku itu. Salah satu diantaranya mengatakan dia tertarik membaca novel ini karena diangkat dari kisah nyata.

Ketertarikannya untuk membeli buku Laksar Pelangi bertambah ketika acara Talk Show Kick Andys di Metro TV mengulas kisah ini dalam salah satu episodenya. "Kisah Laskar Pelangi sangat menggugah. Saya belum memang belum baca bukunya, tapi sudah tahu kisahnya. Beberapa teman rekomendasikan juga, di Kick Andy juga pernah diulas," kata Rina (22) mahasiswi UNP. Sesaat setelah ditinggalkan, Rina masih menimang-nimang buku bercover merah dan dibungkus plastik ini. Dia mengaku masih ragu apakah mengambil buku pertama dari Laskar Pelangi, atau buku ketiganya, Edensor.

Waluyo menambahkan semua buku yang dipajang di arena tersebut diberi diskon beragam, meski tidak tertulis kata-kata diskon diatasnya. "Rugi mas kalau tidak beli sekarang, kalau di toko tidak ada diskon lagi. Hanya khusus disini, itu pun sampai 18 November saja," Waluyo menggelitik keinginan saya untuk membeli buku.

Dua kali diberi sugesti, membuat saya takluk dan merogoh saku. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya putuskan mengambil dua buku (awalnya tidak berniat mau beli), yaitu buku ke tiga Andrea Hiraka, "Edensor" dan buku ES Ito, "Rahasia Meede". Siapapun orangnya, jika dia penggila buku, pasti akan ngiler melihat buku-buku bagus yang dipajang di arena ini. Apalagi ada buku yang dijual nyaris dalam bentuk kiloan, hanya Rp 10.000/buahnya.

Adalah toko buku Al Fitrah yang menempuh cara itu. Disetiap tumpukan bukunya, penjual memasang kata-kata "harga murah hanya Rp 10 ribu". Itu pun belum semunya, beberapa buku juga diberi diskon sampai 50 %. Bahkan ada buku yang di stand ini didiskon, tapi di stand lainnya dijual dengan harga normal. "Gila diskonnya nyampe 50%," ungkap Nita (21), sembari memperlihatkan buku Becoming Star karya Teguh Winarno kepada saya.

Bursa buku murah dan diskon besar-besarn bukan hanya milik satu stand. Hampir semua stand yang ada, mencoba menggaet pembeli lewat cara itu. "Jarang-jarang ada buku murah. Mumpung sedang ada Book Fair, puas-puasin aja," ujar Feri (29), salah seorang pengunjung. Ditangan pria yang datang bersama istri ini sudah mengantongi sedikitnya empat buku dengan judul yang berbeda.

Book Fair III ini digelar dari 10-18 November 2007 di Gedung Bagindo Aziz Chan. Selain pameran buku, panitia juga mengagendakan hadirnya dua penulis yang tengah naik daun di jagad perbukuan Indonesia. Yaitu Habiburrahman El Shirazy (penulis ayat-ayat cinta) dan ES Ito (penulis Rahasia Meede). Selain itu juga akan ada acara lainnya yaitu lomba celoteh anak, lomba presenter menuju Detak Sumbar oleh Padang TV, lomba baca puisi, lomba dongeng guru TK, lomba mewarnai antartaman kanak-kanak (TK), serta lomba ceramah soal membaca dan buku.

Dengan beragam suguhan acara ini, rugi rasanya kalau anda tidak berkunjung ke arena pameran buku terbesar di Sumbar ini. Tertarik? datangin aja langsung.(*)

Read More......

10 November 2007

Memainkan Si Bubuk Hitam

Sore itu, Syafrigun (33) warga Rt III/VI Teluk Nibuang Kelurahan Gates Kecamatan Lubuk Begalung Padang, sedang asyik-asyiknya mengaduk campuran bahan kimia, potasium, belereng, timah putih dan sedikit gula. Satu demi satu adonan itu dimasukan ke dalam potongan paralon yang sudah disediakan sebelumnya. Semilir angin laut sore itu menelusup masuk lewat jeruji jendela kamarnya.

Tiba-tiba sebuah percikan api memicu terjadinya ledakan. Adonan yang tadi diracik seketika berubah menjadi senjata pembunuh. Syafrigun kaget, tapi sudah sangat terlambat sekali. Ledakan hebat menguncang dan kemudian mengoyak-ngoyak tubuh laki-laki ini. Dia yang sehari-hari berprofesi sebagai nelayan terlempar beberapa meter, dan menghembuskan nafas terakhirnya. Bom ikan (bubuk hitam/black powder) yang saat itu dirakitnya meledak pukul 4 sore.

Peristiwa naas ini tidak akan pernah dilupakan warga sekitar, terutama keluarga dan istri korban, Martaliza (27). Begitu mengetahui peristiwa tersebut, ibu dengan tiga anak ini langsung bertolak dari rumahnya di Jorong Biteh Kenagarian Kacang Singkarak Kecamatan Sapuluah Koto Dibawah Kabupaten Solok. Namun tidak banyak yang bisa dikorek dari ibu Dana (3), Adep (9) dan Icha (8) ini soal aktifitas suaminya. Selama yang diketahuinya, Sayfrigun hanya seorang nelayan biasa. Dia bahkan tak menyangka kalau laki-laki yang telah memberinya tiga putra ini bisa merakit bom ikan.

"Yang wak tahu, abang hanyo nelayan sajo. Sadang untuak marakik bom apolai mambom lauik yo dak tahu awak do," ucapnya lirih. Saat itu dia tengah mendampingi putra bungsunya, Dana yang tertidur.

Dasyatnya ledakan yang menewaskan Syafrigun ini setidaknya tergambar dari ucapan tetangga korban, Ida (45). Saat ditemui beberapa saat terjadinya ledakan, Ida masih terlihat shock. Ini wajar, mengingat ledakan hebat tersebut menyebabkan dinding kamar mandi dan dapur rumahnya nyaris jebol. Saat suara dentuman terjadi, Ida sedang memasak di dapur. Dia tidak menyangka kalau itu berasal dari bom. Sebelumnya dia berfikir kalau ada pesawat jatuh menimpa atap rumahnya.

"Begitu terdengar suara itu, saya langsung berlari keluar rumah. Kemudian baru menuju kearah suara tersebut. Saya melihat kamar yang ditempati Syafrigun sudah rubuh. Ada asap hitam yang mengepul," kata Ida.

Pernyataan Ida itu dibenarkan tetangga lainnya, Ir (30). "Saya sedang di luar rumah, tiba-tiba terdengar ledakan, lalu saya berlari ke belakang. Saya melihat ada asap keluar dari tempat itu," ujar Ir (30).

Ketua Rt III/VI, Indra Sakti dilokasi kejadian mengatakan, ledakan itu bahkan bisa didengarnya dari jarak 500 meter. "Rumah saya berjarak 500 meter dari tempat ini. Saat terjadi ledakan saya sedang dirumah, suaranya keras terdengar," katanya.

Bukti lain yang menggambarkan hebatnya ledakan itu juga bisa dilihat dari kondisi rumah korban. Atap, dinding dan beberapa perabotan yang ada didalam kamar tempat dia meracik bom ikan itu nyaris hancur. Bahkan salah satu bagian dinding rumah tetangga korban juga mengalami keretakan dan satu jendela kacanya pecah.

Aparat kepolisian yang meluncur ke TKP sesat setelah ledakan menemukan beberapa barang bukti. Dikamar tempat Syafrigun merakit bom ikan itu, didapatkan dua potong paralon, satu kompresor, beberapa bongkahan belerang dan satu bungkus rokok. Juga ditemukan satu ember plastik, satu tabung cat ukuran kecil, KTP, jam tangan dan dompetnya.

Sedang korban sendiri baru ditemukan setelah aparat membongkar reruntuhan kamarnya. Saat ditemukan, kondisi korban sangat mengenaskan. Wajahnya nyaris tidak berbentuk. Hidung, mulut, mata dan bagian wajah lainnya hancur. Ledakan tersebut juga menyebabkan tangan dan jari-jarinya terpotong. Aparat kepolisian dilokasi kejadian, bahkan menemukan sepotong tulang yang diduga bagian dari tubuhnya. Disemua sudut kamar, dipenuhi ceceran darah.

Langgar Aturan

Pemakaian bahan peledak dalam menagkap ikan, jelas tidak dibolehkan. Selain merusak lingkungan dan ekosistem laut, pemakaian bahan peledak juga melanggar aturan. Kecuali untuk beberapa hal, itu pun harus ada izin langsung dari Departemen Perindustrian Perdagangan dan diawasi langsung Menteri Pertahanan dan Keamanan.

Pemakaian bahan peledak untuk industri atau komersial selain memiliki persyaratan khusus, juga sesuai kebutuhan perusahaan. Contohnya untuk pertambangan, bahan peledak biasanya digunakan untuk meledakkan bahan tambang.

Kepala Dinas Perindag Sumbar DR Busharmaidi MS, menyebutkan hingga saat ini belum ada satu pun perusahaan, distributor maupun agen yang mengurus izin untuk mendatangkan bahan peledak maupun bahan kimia berbahaya ke Sumbar.

Penggunaan bahan peledak diatur dalam keputusan presiden (Keppres) No 125 Tahun 1999 tentang bahan peledak. Pada pasal 1 aya 1, bahan peledak adalah bahan atau zat yang berbentuk padat, cair, gas, atau campurannya, yang apabila dikenai suatu aksi berupa panas, benturan atau gesekan akan berubah secara kimiawi menjadi zat-zat lain yang sebagian besar atau seluruhnya berbentuk gas, dan perubahan tersebut berlangsung dalam waktu yang sangat singkat, disertai efek dan tekanan yang sangat tinggi.

Kemudian pasal 1 ayat 3 bahan peledak untuk kepentingan militer dan kepentingan industri (komersial) ditetapkan Menteri Pertahanan Keamanan, dengan memperhatikan pertimbangan menteri yang bertanggung jawab di bidang perindustrian, perdagangan, dan kesehatan. Dan pada pasal 3, Menteri Pertahanan Keamanan menetapkan persyaratan badan usaha setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang bertanggung jawab di bidang keuangan, perindustrian, perdagangan dan kesehatan serta Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

"Dengan adanya Keppres ini, sudah jelas penggunaan dan perizinan bahan peledak sangat ketat. Kalau ada nelayan yang bisa mendapatkan bahan itu, kemudian meraciknya untuk dijadikan bom ikan, hal ini pantas untuk dipertanyakan. Bagaimana bisa mereka mendapatkannya," tandas Busharmaidi.

Untuk mengantisipasi masuknya bahan-bahan kimia itu, pihaknya telah mengirimkan tim dari bidang perdagangan dalam negeri, untuk mencek apakah ada distributor Jakarta yang mendistribiskannya ke Sumbar.

Dilakukan Sweaping

Mengantisipasi peredaran bahan kimia pembuat bom ikan, Kapoltabes Padang Kombes Pol Drs Tri Agus Heru Prasetyo mengatakan pihaknya telah melakukan sweaping (penyisiran) di toko-toko yang diduga menjadi pemasok bahan baku bom. Beberapa toko yang dicurigai menjadi mata rantai pasokan bahan kimia itu sudah digeledah, namun belum ditemukan hal-hal yang mencurigakan.

Dugaan sementara kata Tri Agus Heru Prasetyo, bahan baku bom yang menewaskan Syafrigun itu berasal dari Singkarak Kabupaten Solok. Ini dikuatkan dengan ditemukannya dua buah bom ikan di sebuah rumah di nagari Paninggahan Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok, beberapa waktu lalu. Namun sayang, "B" (50) yang diduga kuat sebagai pemilik bahan peledak itu tersebut keburu kabur dan menjadi buronan polisi.

Bukan hanya toko yang disweaping. Aparat juga akan menyisir toko-toko obat dan apotik yang kemungkinan besar memiliki dan menjual bahan-bahan dasar bom ikan itu. Kedepan, aparat, kata Tri Agus, akan lebih memperketat masuknya bahan berbahaya tersebut ke Kota Padang.

"Namun kepada masyarakat kita minta untuk tidak lagi melakukan pengeboman ikan. Selain melanggar undang-udang, juga membahayakan diri sendiri dan orang lain," tandas Tri Agus.(**)

Read More......

08 November 2007

Tsunami 5 Meter ?

Padang memang berpotensi terjadinya gempa dan Tsunami. Namun kabar menyejukan datang dari Ahli geologi dari Pusat Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Danny Hilman Natawidjaja. Rang sumando minang ini mengatakan kalaupun terjadi tsunami di Kota bingkuang, skenario paling buruk hanya setinggi 5 meter saja.

Pernyatan ahli gempa yang sudah meneliti perkembangan gempa Mentawai sejak 15 tahun silam ini sekaligus bantahan prediksi ahli Jerman (sebagimana yang pernah di ekspos Walikota Padang sebelumnya) yang mengatakan Tsunami di Kota Padang bisa mencapai tinggi 20 meter.

"Kondisi paling buruk hanya setinggi 5 meter saja. Itupun secara ilmiah sangat tidak mungkin tercapai. Kondisi paling moderat hanya 4 meter saja. Gelombang Tsunami 5 meter itu terjadi jika pergerakan gempa sejauh 20 meter," kata Danny Hilman Natawidjaja dalam silaturahmi bersama wakil walikota Padang, Drs Yusman Kasim, dirumah dinas wakil walikota, Rabu malam (7/11).

Dijelaskan rang sumando Minang ini pergerakan lempeng Australia yang berada di belakang pulau Mentawai terhadap lempeng eurasia yang ada diantara Padang dan
Mentawai hanya 5 cm/tahun. Dalam rentang 200 tahun ini, artinya pergerakan lempeng itu hanya 10 meter saja. Dengan asumsi seperti itu, artinya secara ilmiah sangat tidak memungkinkan tinggi gelombang 5 meter, karena untuk menghasilkan gelombang 5 meter dibutuhkan ayunan lempeng sejauh 20 meter.

Danny mengatakan dari kajian ilmiah pihaknya, gempa raksasa yang "bertapa" sejak terakhir bangun di tahun 1797 dan 1833 ternyata belum sepenuhnya terusik. Hal ini terlihat dari hasil plotting dari gempa-gempa yang sudah terjadi, dan tampaknya baru melepaskan akumulasi energi yang terkumpul di bagian pinggiran saja. Gempa yang bermula dari kakinya di ujung selatan (Bengkulu-red), sekarang ini terlihat menyebar dan mengepung bagian badan dan kepala "sang raksasa", yakni di bawah Pulau Siberut, Sipora dan Pagai.

"Berdasarkan prediksi saya kondisi Padang cukup mengkawatirkan dengan probabilitas terjadinya gempa dan tsunami 60 %. Potensi gempa akan terjadi Pulau Siberut, Sipora dan Pagai utara (didepan Kota Padang-red). Namun ibarat hujan, tidak seorang pun yang bisa memprediksinya. Bisa saja besok, sebulan lagi, bisa jadi setahun atau tiga puluh tahun lagi seeprti jarak gempa 1797 dengan 1833 lalu" tandas Danny yang saat itu didampingi koordinator Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sumbar, Ir Ade Edward.

Sejak gempa berkekuatan 7,9 SR mengguncang Sumbar 13 September silam, sudah ribuan kali terjadi gempa susulan. Disebutkannya, gempa susulan itu akan terus terjadi dengan kekuatan yang terus menurun, bahkan sampai setahun setelahnya.
Lalu bagaimana sebuah gempa disebut gempa susulan? Dijelaskannya, pada saat terjadinya gempa berskala magnitudo 8,4 di Bengkulu beberapa waktu silam, diperkirakan meluluhlantakkan zona batas lempeng di bawah wilayah antara Pulau Enggano dan Pagai seluas lebih kurang 300 x 100 km2 dan menggerakkan bumi di atasnya beberapa meter.

"Nah gempa yang terjadi disekitar area 300 x 100 km2 itu adalah gempa susulan. Namun jika suatu waktu ada gempa yang lebih kuat dari itu, artinya gempa yang kecil-kecil ini adalah gempa pendahuluan. Kalau terjadi gempa yang lebih besar, kekuatannya diprediksi hanya 8,5-8,9 SR saja," imbuh bapak dengan satu anak ini.

Lantas apa yang harus dilakukan masyarakat? Danny menilai kejadian gempa yang sudah berulang kali mengguncang kota ini setidaknya telah mendidik masyarakat untuk bertindak. Masyarakat sudah bisa mengambil keputusan begitu merasakan kekuatan gempa yang lebih besar dari gempa 13 September silam. "Masyarakat Padang pantas bersyukur. Soalnya dari segi kematangan, lebih matang Mentawai. Namun kenyataannya pasca Aceh yang terjadi duluan justru Nias, karena dekat dengan Aceh," tambahnya.(*)

Read More......

Kisruh Camat Luki : Mendadak Hero

Ini mungkin yang pertama kalinya terjadi di Kota Padang. Ratusan warga "menyandera" camatnya. Mereka tidak rela sang camat dipindah dan digantikan dengan camat baru. Warga beralasan masih banyak tugas rumah yang belum diselesaikannya.

Siapakah camat yang dalam satu minggu terakhir ini menjadi pemberitaan media massa terbitan Padang? Dialah H Murlis Muhammad MHum. Camat Lubuk Kilangan ini diberhentikan secara "mendadak" oleh walikota Padang. Lewat SK Walikota Padang dengan nomor 821.21/495/SB-BKD/2007 tanggal 1 November 2007 ini, Murlis masuk dalam salah satu pejabat yang dimutasi. Camat yang mendadak menjadi hero ini beralih jabatan menjadi Kabid Pengendalian pada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemko Padang.

Pada upacara serah terima jabatan di Balaikota Padang, Senin (5/11) silam, Murlis Muhammad tidak hadir. Setelah ditelisik lebih jauh, ternyata camat yang dikenal nyentrik ini disandera warga dikantornya di Lubuk kilangan. Saat dikunjungi, warga telah menutup pintu keluar kantornya. Hampir semua dinding kantor juga ditempeli warga dengan spanduk dan pamflet yang menyatakan penolakan pergantian camat. Bahkan ada warga yang segaja mendirikan tenda, untuk mengamankan "markas". Intinya mereka tidak rela Murlis dipindahkan.

Sekdako Padang Firdaus K yang dihubungi kemudian, menyatakan maklum dengan kekecewaan warga itu. Namun disebutkannya, penagkatan pejabat adalah kewenangan Badan Pertimbangan Jabatan dan Pangkat (Baperjakat) Pemko Padang. Jauh sebelumnya, Murlis Muhammad memang sudah masuk pejabat yang akan dipindahkan. Setelah dilakukan
evalusi, ternyata baperjakat menilai Murlis lebih cocok ditempatkan di Kabid Pengendalian BKD.

Lalu bagaiaman semua ini bermula? Blunder pergantian Mulis Muhammad ini berawal dari aksi pemblokiran tambang PT Semen Padang oleh warga Luki, Senin (24/9) silam. Aksi yang kemudian berlanjut dengan saling lapor antara PTSP dengan Murlis Muhammad ini, merayap juga ke balaikota. Pada Jumat (28/9), Walikota Padang Drs H Fauzi Bahar MSi secara langsung memanggil Murlis ke balaikota. Sinyalemen yang berkembang akan adanya mutasi, akhirnya memang terbukti. Pada Senin (5/11) silam, Murlis resmi menempati posisi barunya.

Ada kisruh dan drama penyanderaan dalam prosesi pelantikan itu. Namun pada akhirnya, Murlis Muhammad "bebas" setelah mambana kepada warganya dan menjelaskan posisinya sebagai PNS. Camat yang sudah bertugas selama satu tahun tiga Bulan di Luki itu, akhirnya memang "dilepaskan" warganya.

Read More......

03 November 2007

Kematian Sebuah Kreasi

Kematian adalah sebuah creation. Kita tidak bisa menebak datangnya. Tidak dapat mengelaknya, namun kalau kita pahami polanya, kita bisa mengatasinya. (final Destination I)

Benarkah demikian? sepertinya tidak semunya salah. Memang tidak seorang pun yang bisa menolak kedatangannya, namun kita bisa pahami polanya. Tanggal 30 Oktober 2006, papaku Abdul Gani, kecelakaan dan meninggal dunia esok harinya 31 Oktober 2006. Pas satu minggu kemudian pada hari yang sama, kakaknya Ir Syamsuddin Analido, yang sudah terbaring selama 9 tahun akibat stroke, juga harus menghadap penciptanya.

Kalau papaku anak bungsu dari delapan saudara, Syamsuddin Analido adalah anak ke empat. Dalam keluarga besar kami, nama Syamsuddin Analido cukup dikenal, meski kami jarang bersua. Sejak usia belia, dia sudah merantau ke jakarta dan menamatkan SMP disana. Keaktifan dia dalam bidang politik mengantarkan namanya sebagai ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) cabang jakarta di era 1940-an. Kecerdasan dan jiwa leadershipnya menjadi parameter ketika pemerintah Indonesia mengirimkannya ke jepang melanjutkan studi S1 di bidang Teknik Metalurgi (peleburan logam). Di negara para samurai itu, Syamsuddin Analido sempat bekerja dan memiliki istri orang Jepang (Kemudian berpisah saat dia pulang ke Indonesia).

Singkat cerita, tahun 1995, stroke menyerangnya. Pria yang tadinya kuat ini, menjadi lemah. Selama bertahun-tahun dia hanya terkapar ditempat tidur. Tidak bisa menggerakan badan, tidak dapat berbicara, hanya mampu menggerakan mata dan sedikit mengerang.

Seperti kata Mak Tuo (kakak tertua papa), kepergian papa dianggapnya sebagai pelopor bagi yang lainnya. Kenapa tidak, sejak beliau dipanggil setahun yang silam, sudah 7 orang keluarga besar kami yang mengikuti beliau. Yang terakhir keponakannya, Faizal, yang tanggal meninggalnya pas dengan papa. Kalau papa berpulang 30 Oktober 2006, dia 30 Oktober 2007.

Kematian sebuah kraesi dan prosesnya memiliki pola. Ibaratnya belum kering air mata keluarga yang satu, kematian kembali mendatangi keluarga kami. Seminggu setelah Syamsuddin, secara berturut-turut dengan waktu yang acak, tetapi hanya berselang paling lama dua bulan, kembali yang lain menyusul. Penyebabnya pun macam-macam, namun umumnya oleh stroke dan kecelakaan. Dari tujuh kematian, dua orang mengalami kecelakaan, lima disebabkan stroke.

Apa yang bisa dibaca dari cerita itu. Susah memang. Aku pribadi, jangankan mengetahui, menebak pola dan maksudnya saja tidak bisa. Namun aku yakin, ada sebuah jaring penghubung yang tidak kebetulan dalam kisah itu. Ada sebuah kreasi dari yang kuasa. Dalam kematian tidak ada kebetulan. Kalau kita percaya pada takdir, semua langkah, hidup, mati, jodoh kita sudah diatur. Kita hanya bisa menjalani (walau soal ini aku masih bingung, apakah kita hidup seperti boneka kayu atau kehendak bebas seperti debu di Padang Pasir).(**)

Read More......