Selamat Datang

Anda memasuki kawasan bebas berfikir dan berpendapat

29 May 2007

Terasing di Tengah Kota


Sebuah kontradiksi. Proses pemerataan pembangunan di Kota Padang seolah timpang. Antara pusat kota dengan daerah pinggiran ibarat dua sisi dunia yang saling bertentangan. Di pusat, pembangunan fisik berlari saling mendahului. Namun di pinggiran, prosesnya merayap laiknya siput.

Guo Kelurahan Kuranji Kecamatan Kuranji Kota Padang, menjadi wakil pernyataan diatas. Selama 15 tahun lebih warga harus tabah menunggu perbaikan jembatan kayu yang menghubungkan dusun tersebut dengan wilayah tetangganya. Selama bertahun-tahun, jembatan itu menjadi satu-satu jalur terdekat dan andalan warga untuk mengangkut hasil pertaniannya, dari seberang sungai Batang Kuranji Guo.

Gemercik air disela daun bambu yang menjulai ke sungai itu, seolah menyambut kita ketika berkunjung, Senin (14/5). Sungai selebar kurang lebih 10 meter itu, membelah kampung Guo yang bersahaja dengan Kampung Anau Pasa Lalang. Waktu itu, siang sekitar pukul 14.00 wib, matahari mulai condong ke barat. Teriknya mentari di bulan Mei ini, seolah menghilang di atas jembatan kayu, yang lebih dikenal warga dengan sebuatan jembatan kayu Ba Atok Guo.

Selain ditumbuhi rimbun pohon kelapa, di sepanjang aliran Batang Guo Kuranji banyak tumbuh semak-semak yang di selingi dengan pokok bambu. Itulah agaknya, kenapa diatas jembatan kayu itu kita menemukan kesejukan dalam arti yang sebenarnya.

Uniknya jembatan itu berbeda dengan lainnya. Sepertinya si-Ba Atok Guo sengaja diberi atap yang terbuat dari seng. Alasanya, menurut tokoh pemuda yang juga sekretaris forum anak nagari pauh XI Dasman Boy Rajo Kasumbo, pemasangan atap dilakukan untuk menghindari pelapukan lantai kayu jembatan dari guyuran hujan.

"Kalau tidak di beri atap, hujan akan melapukan kayu jembatan ini. Dengan diberi pelindung seperti ini, setidaknya jembatan ini akan lebih berumur lama," ungkapnya.

Menariknya, pemasangan atap yang melingkupi jembatan itu, memberi fungsi ganda bagi warga sekitar. Di satu sisi berguna untuk melindungi material jembatan, disisi lainnya menjadi tempat paling nyaman untuk beristirahat. Ini terbukti, ketika saya melintas diatasnya, beberapa siswa berpakaian seragam SMP, tampak sedang "ngadem" sembari membolak-balik catatan pelajarannya.

"Saya lagi nunggu teman. Mau berangkat bareng. Daripada kepanasan, mending saya tunggu aja disini. Kan sejuk," ungkap Ayu (15).

Pertanyaannya apakah warga puas dengan kondisi jembatan itu ?. Jawabannya belum. Dituturkan Sarbaini (50) warga Guo, kondisi jembatan kayu itu, makin lama makin memprihatinkan. Sebagaian kayunya sudah melapuk dimakan usia. Padahal jembatan tersebut dilintasi puluhan warga setiap harinya. Baik dengan berjalan kaki maupun dengan sepeda motor, karena mobil memang tidak diizinkan masuk.

Selama 15 tahun warga tabah menantikan pembagian kue pembanguan untuk mengubah jembatan Ba Atok Guo. Warga menginginka jembatan itu segera diperbaiki dan dibangun permanen. Usulan dari bawah sudah sering mereka lakukan, bukan saja secara langsung ke pemerintah, namun, dalam Msuyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) tahun 2008 kemarin, warga Guo sepakat mengusulkan perbaikannya di Musrenbang kelurahan. Bahkan di Musrenbang tingkat kecamatan, perbaikan jembatan Ba Atok Guo masih masuk prioritas. Namun apa nyana, dalam Musrenbang tingak Kota Padang, rencana perbaikan jembatan itu, luluh.

"Informasi yang saya terima, dalam Musrenbang tingkat Kota Padang, kemarin ini, rencana perbaikan jembatan itu tidak lolos," ungkap Lurah Kuranji Suardi M, yang ditemui di lokasi.

Akibat gagalnya rekonstruksi jembatan Ba Atok Guo di Musrenbang Kota, warga terpaksa gigit jari dan harus menunggu satu tahun kemudian. Tetapi, gagal dalam Musrenbang, bukan berarti sudah tertutup rencana perbaikan jembatan yang menjadi tumpuan pemasaran hasil pertanian warga Guo. Anggota DPRD Kota Padang daerah pemilihan Pauh Kuranji, Zulfahmi Hr St Sati, mendesak Pemko Padang lewat Dinas Kimpraswil untuk mengambil alih perbaikan jembatan kayu tersebut.

"Jembatan tersebut merupakan satu-satunya penghubung Jorong Guo dengan daerah tetangganya. Disaat pembanguan berlari di pusat kota, Guo seperti terlupakan. Makin hari kondisi fisik jembatan ini makin memprihatinkan. Kita minta segera dipermanenkan. Untuk mengangkut hasil pertanian, warga sangat bergantung pada jembatan ini," ungkap Zulfahmi. (*)

Read More......

Keceriaan Terancam Batu Besar

Tidak ada yang berbeda dengan sekolah dasar (SD) ini. Semuanya sama, baik proses belajar mengajarnya atau kurikulum yang dipakai. Hanya saja, disaat siswa sekolah lain belajar dengan tenang, mereka sebanyak 242 siswa SDN 26 Pampangan justru harus beraktifitas dan bergaul dengan rasa cemas setiap harinya. Sebuah batu besar bertengger di punggung bukit di belakang sekolah mereka, menunggu jatuh.

Waktu itu Rabu (29/5), sekitar pukul 13.00 wib. Ratusan siswa yang biasanya bermain dan belajar di SDN 26 Pampangan Kecamatan Lubuk Begalung Padang, sudah tidak ada lagi. Jam segitu memang waktunya mereka pulang. Usai sudah semua mata pelajaran di hari itu.

Mencapai sekolah yang berada di RT IV/08 kelurahan Pampangan ini, kita melewati jalan tanah runtuh sepanjang 425 meter. Saat itu, puluhan warga sedang melakukan aksi manunggal di jalan yang dulu dikenal warga dengan sebutan jalan Nippon Tensu. Beberapa siswa dan gurunya berjalan kaki menuju pertigaan tanah runtuh, naik angkot dan pulang ke rumah masing-masing.

Informasi yang disampaikan kepala sekolah SDN 26 Padang, Eriani SPd, menyebutkan sejak pertama kali di bangun didasar bukit itu, batu sebesar dangau tersebut telah bertengger kokoh. Hanya saja, sejak gempa Selasa, 6 Maret lalu, batu yang awalnya satu kesatuan utuh, terbelah menjadi dua. Kendati sama-sama masih bertenger, dikwatirkan salah satu atau kedua bagiannya akan jatuh. Dan menghantam bangunan sekolah itu.

"Setiap hari siswa diliputi kecemasan. Apalagi kalau hujan mengguyur deras. Kalau demikian, siswa dan para guru terpaksa harus kami pulangkan lebih cepat. Terlalu berbahaya," ujar Eriani yang diamini majelis guru lainnya, Yuni Asmi.

Jarak dinding sekolah dengan batu yang bertengger setinggi 10-an meter itu, hanya sekitar satu meter saja. Akibatnya, jika jatuh, batu itu akan menggelinding kebawah setelah sebelumnya membobol dinding ruangan kelas. Bisa dibayangkan jika itu terjadi saat siswa sedang melangsungkan aktifitas bekajar-mengajar. Menurut Eriani, pihaknya telah pernah mengajukan proposal untuk memecahkan batu itu ke dinas pendidikan. Namun belum terealisaikan. Pihaknya berharap batu sebesar dangau itu, bisa segera dipecah dan dijatuhkan dari bukit.

Lurah Pampangan, Zuriwan BE, juga menyatakan hal yang sama. Sejak lama siswa dan guru sekolah SDN 26 pampangan mendambakan ketenangan, jauh dari bayang-bayang ancaman batu yang setiap hari bisa saja jatuh. Demikian juga, ketua LPM Pampangan Sanjaya, berharap pemerintah Kota Padang bisa mengambil alih upaya pemecahan batu itu. Sanjaya yang didampingi Ketua Komite SDN 26 pampangan Syafruddin, berpendapat "tagaingnya" batu itu pasca gempa, ibarat bom waktu yang setiap saat bisa mengancam.

"kita tentu saja tidak ingin ada korban jiwa dikalangan siswa maupun guru-gurunya. Saya yakin dinding sekolah itu tidak akan sanggup menahan gelindingannya, jika sekiranya jatuh," ujar Sanjaya mengarahkan telunjuknya ke dinding ruangan yang paling dekat dengan batu itu.

Wakil ketua DPRD Kota Padang, Z Panji Alam yang hadir dalam rangka meninjau kegiatan manunggal di kelurahan itu, langsung meminta ketua komisi C/pembangunan DPRD Kota Padang, Afrizal yang juga hadir, untuk menindaklanjutinya. Dan membicarkan hal tersebut dengan dinas Kimpraswil kota Padang. Afrizal menyatakan komisi C akan berkoordinasi dengan Komisi D, dan memperjuangkan dana pemecahan batu besar ini. Pertengahan Juni, lanjut Afrizal, pihaknya akan mencoba mengadakan rapat kerja dengan Dinas Kimpraswil Kota Padang dan peninjuan lapangan meninjau SD No 26 ini.

"Dengan demikian, pihak Dinas Kimpraswil akan mengetahui kondisi riil SD ini," ucap Afrizal.(*)

Read More......