Pendidikan sangat tergantung pada sarana dan prasarananya. Namun bukan rahasia umum, jika banyak bangunan fisik sekolah terutama sekolah dasar (SD), yang kondisinya memiriskan. Salah satunya adalah SDN 32 Kuranji di Guo, Kelurahan Kuranji. Setiap kali hujan turun, SD yang berada di kaki bukit itu selalu digenangi air.
Eda Rosehan, guru kelas II mengungkapkan, kebijakan itu terpaksa diambil untuk mengantisipasi “terkurung”-nya para siswa di sekolah. Pasalnya, para muridnya kebanyakan tinggal di atas bukit yang tepat berada di belakang sekolah itu. Untuk menuju sekolah ini, Eda Rosehan dan kawan-kawan harus menempuh jarak 1-2 km dari jalan raya. Kendati telah diaspal kasar, namun di sisi kanan dan kiri jalan, dihiasi lubang. Satu-satunya alat transportasi sewa yang masuk ke lokasi sekolah itu, hanyalah ojek dan becak motor. Terkadang, akibat banyaknya lubang yang “menghiasi” badan jalan itu, para pahlawan tanpa tanda jasa tersebut, harus berjalan kaki.
“Capek, kalau harus naik becak motor tiap hari. Jalannya yang penuh lubang, membuat badan pegal-pegal. Untuk mengakalinya kami terpaksa harus jalan kaki,” ungkap Eda. Sekolah dengan siswa sebanyak 294 orang tersebut, hanya memiliki 6 ruangan kelas. Padahal siswa yang menempuh pendidikan di sana sebanyak 11 rombongan. Sehingga untuk mengatasi itu, kepala sekolah dan majelis gurunya mengambil kebijakan sistem 2 shift. Sebagian siswa masuk pagi dan sisanya sore.
Kepala SDN 32 Kuranji, Yuliarti tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya, ketika ditanyakan perasaannya mendapatkan dana rehab sebesar Rp 250 juta yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Dikatakannya, dana itu akan diperuntukkan bagi rehab atap sekolah, perbaikan WC dan peremajaan 3 ruangan kelas. Untuk rumah dinas guru yang rusak parah, Yuliarti akan merehabnya dan mengubahnya menjadi ruangan perpustakaan. Karena selama ini, pembelajaran anak didiknya hanya dibantu pustaka mini, yang terdapat di samping ruangan guru.
“Kalau hujan turun ruang pustaka kamipun bocor. Air telah melapukkan buku-buku dan raknya. Wajar Bukan karena sejak SD ini dibangun tahun 1977, belum pernah satu kalipun direhab,” jelas Yuliarti.
Namun walau dalam kondisi kekurangan, dari beberapa sekolah dasar yang telah dikunjungi koran ini, sekolah tersebut termasuk salah satu sekolah terbersih. “Kami memang selalu menanamkan kepada para murid untuk hidup bersih. Bisa bapak lihat sendiri, bisa dikatakan tidak ada sampah yang berserakan,” ungkap guru kelas V, Yeni. (*)