Selamat Datang

Anda memasuki kawasan bebas berfikir dan berpendapat

25 June 2007

No Karcis, Prit.. Prit... Jalan Terus


Bukan rahasia, banyak tukang parkir di kota ini yang tidak memiliki ID Card sebagai prasyarat juru parkir legal. Seringkali tarif parkir dipungut diatas harga resmi sebagaimana yang diatur dalam Perda No 07/2005 tentang tarif parkir. Pengguna jasa sadar dirugikan, namun dengan berbagai alasan mereka terpaksa ikhlas.

"Tapaso dikhlas-ikhlaskan. Kalau dibayie Rp 500 untuk parkir motor, tukang parkir tu caliak buruak se. Dari pado bamasalah, rancak diagiah,"ujar Jufrika (23), pemakai jasa parkir, Senin (25/6).

Mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Kota Padang ini, menjelaskan, seringkali dirinya merasa kesal dengan ulah tukang parkir. Dia mencontohkan, suatu waktu bersama rekannya, dia bermaksud makan malam disalah satu warung tenda di Jalan M Yamin, tepatnya sekitaran Masjid Taqwa. Sewaktu mau parkir motor, tidak ada tukang parkir yang membantu memarkirkan kendaraannya pada tempat yang tepat. Namun, begitu mereka selesai makan malam dan bermaksud meninggalkan lokasi, tiba-tiba saja ada tukang parkir yang menagih tarif parkir.

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unand ini telah mengendarai sepeda motor sejak lama. Dari pengalamannya menggunakan jasa parkir, dia menyebutkan hanya tarif parkir di Rumah Sakit M Jamil yang lebih tertib. Karena dari beberapa kali parkir di RS tersebut, dirinya tidak pernah membayar lebih dari Rp 500 untuk parkir motor.

"Kayaknya hanya di RS M Jamil yang tertib. Dikasih Rp 500, juru parkirnya ngak marah. Walau kalau kita kasih Rp 1000, kembaliannya juga ngak dibalikan," ujarnya.

Pendapat senada juga disampaikan Irvan (24). Warga Jati ini, membenarkan persoalan utama perparkiran di Kota Padang adalah masalah tarif. Kendati mengetahui bahwa tarif parkir motor Rp 500, namun dengan alasan tidak mau timbul masalah, wiraswata muda ini terpaksa memberikan Rp 1000 setiap kali parkir. Dia menyebutkan, hampir disemua tempat parkir dia membayar tarif 100 % lebih mahal dari tarif normal.

"Dari berberapa tempat yang saya pernah parkir, hampir semuanya saya bayar Rp 1000. Pernah juga sih coa-coba kasih Rp 500, eh tukang parkirnya minta tambah," tutur Irvan.

Main "pakuak" dalam hal tarif parkir, ternyata juga dialami Ade (28) yang juga warga Jati. Dia menyebutkan, hampir disemua lokasi parkir dia harus bayar Rp 1000 untuk parkir motor. Bahkan untuk beberapa tempat tertentu dia harus membayar lebih lagi. Seperti dilokasi-lokasi objek wisata yang mencapai Rp 2000.

Apakah "tarif parkir" Rp 1000 yang dibayarkan itu memberatkan pengguna jasa?. Ternyata tidak. Baik Jufrika, Irvan maupun Ade, menyebutkan "tarif" Rp 1000 itu tidak terlalu mereka pusingkan. Asalkan kendaran mereka aman di tempat parkir.

" Yang penting kendaraan kita aman. Kita pastinya tidak ingin motor kita raib di tempat parkir. Karena selama ini banyak kasus pencurian sepeda motor justru terjadi ditempat parkir. Nah kalau itu terjadi bagaimana tanggung jawab petugas parkirnya?," ujar Ade.

Demi Kemanusian
Ternyata tidak semua pengguna jasa parkir merasa dirugikan akibat ulah tukang parkir itu. Beberapa warga justru dengan iklas memberikan tarif lebih dari ketentuan. Umumnya beralasan karena rasa kemanusian. "Berapa sih harganya duit Rp 500 itu, hanya bisa buat beli permen kan. Kenapa harus pake perhitungan segala, itung-itung beramal. Toh kita ngak akan kaya dengan duit segitu," ujar Erit (24) warga Jati.

Pegawai perusahaan swasta ini menyebutkan, banyak tukang parkir yang hidup dalam keprihatinan. Mereka terpaksa melakoni aktifitas itu, karena tidak ada alternatif pekerjaan lain.

Pernyataan yang sama juga dikemukakan Sigit (23). Dia memang sengaja memberikan tarif parkir Rp 1000 untuk motor. Pasalnya, seringkali ketika mau membayar tarif parkir, dia tidak memiliki uang pas. "Sering ngak punya uang 500-an. Tapi kadang, kalau minta kembalian, tukang parkirnya melotot. Atau bilang tarifnya memang seribu. Jadi daripada bermasalah, iklaskan aja sekalian. Buat amal," ujar Sigit.

Berbagai alasan yang dikemukanan masyarakat, terkait tarif parkir tersebut sebagai bukti ada yang salah dalam pengelolaan parkir. Pembenahan harus segera dibenahi. Bukan saja dari segi tarifnya, namun juga dari keamanan kendaraan warga yang diparkir. Karena beberapakali kasus pencurian kendaraan terutama jenis roda dua, terjadi di arena parkir. Bukan itu saja, sebelumnya daerah juga dirugikan ratusan juta rupiah akibat tunggakan perparkiran oleh pihak ketiga yang mengelola area parkir di Kota Padang.(**)

Read More......

21 June 2007

NPD "Gigit Jari"


Disaat belasan ribu PNS di lingkungan Pemko Padang bergembira menerima gaji ke-13, pegawai NPD (nomor pokok derah/pegawai non PNS) hanya gigit jari. Padahal dalam SK pengangkatan pegawai NPD tertulis hak dan gaji mereka disamakan dengan PNS.

Salah seorang pegawai NPD dilingkungan Pemko Padang, Arif (bukan nama sebenarnya-red) mengaku, selama menjadi pegawai NPD dia belum pernah satu kalipun menerima gaji ke-13 atau apapun namannya. Padahal dalam SK pengangkatan dirinya sebagai pegawai NPD, tertulis kalau dia memiliki hak dan gaji yang disamakan dengan PNS. Bahkan walikota (masa itu Zuiyen Rais-red), pernah berjanji akan memberikan jabatan bagi pegawai NPD yang berprestasi dan mampu.

"Tapi nyatanya janji tinggal janji," ujarnya Kamis (21/6).

Bukan itu saja, disaat PNS mengalami kenaikan gaji beberapa kali, dirinya dan pegawai NPD lainnya, tetap tidak mendapatkan kenaikan gaji. "Kami merasa dianaktirikan. Bahkan untuk kunjungan-kunjungan dinas ke luar daerah pegawai NPD tidak pernah dibawa," lanjutnya.

Arif juga merasa kecewa dengan anggota DPRD Kota Padang. Soalnya dulu pernah dijanjikan kalau DPRD Kota Padang akan membantu penganggaran dana untuk gaji ke-13 NPD atau apapun namannya, dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2007. Nyatanya janji itu juga tidak terbukti.

Ketua panitia anggaran (panggar) DPRD Kota Padang penyusunan APBD Kota Padang 2007, Afrizal, menjelaskan dewan memang pernah merencanakan memberikan semacam gaji ke-13 untuk pegawai NPD. Namun sampai pada akhir penyusunan APBD, data jumlah NPD yang diminta DPRD Kota Padang, tidak pernah diberikan secara lengkap oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bersangkutan.

Dari 52 SKPD yang ada, kata Afrizal, hanya 7 SKPD yang memberikan data pegawai NPD nya. Makanya jika hanya diberikan untuk pegawai 7 SKPD itu maka akan memicu kecemburuan yang lainnya.

"Mungkin akan kita masukan dalam Anggaran Belanja Tambahan (ABT) pada APBD-P. Kabag Keuangan sudah mengitung, anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 1,2 M," kata Afrizal.

DPRD akan mengkaji lebih mendalam pegawai daerah yang mana yang akan diberikan gaji ke-13 tesrebut. Di Kota Padang ada pegawai derah yang berstatus kontrak, harian dan lepas.

"Kita akan kaji sesuai dengan perundang-undangan pegawai daerah yang mana yang akan kita berikan. Kita berkomitmen, pada Oktober nanti saat APBD-Perubahan mereka akan mendapatkan haknya. Kalau dana tidak cukup, kapan perlu biaya perjalanan dinas DPRD yang kita potong," ujar Afrizal.

Sementara itu anggota komisi A DPRD Kota Padang, Yasnida Syamsuddin menyatakan gaji ke-13 memang hanya diberikan kepada PNS saja. Pasalnya NPD digaji dari APBD daerah bersangkutan. Makanya NPD hanya bisa diberikan tunjangan daerah (tunjada), itupun jika memungkinkan dan tersedia anggaran untuk itu.

"Yang terpenting sekarang adalah bagaimana pemerintah daerah tidak sembarangan mengangkat pegawai honorer atau NPD. Pegawai sudah banyak, kalau ada SKPD yang butuh pegawai minta saja saja pada BKD. Kita harap gaji ke-13 yang diterima PNS, tidak memicu kecemburuan NPD. Tunggu saja sampai 2009, NPD juga akan diangkat," ujar Yasnida. (*)

Read More......

14 June 2007

Alienasi dari Masa Lalu


Seorang filsuf besar abad renainsans, sorang nabi bagi kaum komunis dunia, Karl Marx. Ekonom, sosiolog pengkritik utama kapitalisme ini, pernah secara detail membahas alienasi. Sebuah keterasingan kaum buruh dari produk yang dihasilkannya. Buruh dalam sistim kapitalisme, menurutnya tidak lagi mengenal kreasi. Pasca finishing, mereka tidak lagi melihat hasil akhir produk.

Namun dalam kasus ini, saya tidak akan bicara tentang Alienasinya Marx. Tetapi saya hanya meminjam istilah ini untuk keperluan pribadi, mudahan Mbah Jenggot ini setuju.
Hari ini saya baru saja mengunjungi kafe kimia FMIPA Unand. Tempat saya biasa menghabiskan sebagian umur di masa-masa indahnya menjadi mahasiswa. Selama kuliah ada rasa enjoy berada di kafe ini. Tetapi ketika pasca mahasiswa, ada alienasi (keasingan). Kita seolah tidak lagi mengenal kafe ini, manusianya, gelak candanya dan semua kenangan yang pernah melekati lubuk paling dalam hati, lenyap.

Apakah ketika terlalu lama meninggalkan sesuatu dan ketika kita kembali. Ada keasingan dalam diri kita semua. Apakah ini normal? atau ketika kita mengingat tempat yang punya kenangan ini, yang ada hanya senyuman. Tetapi asing kalau kita kunjungi. Mungkin karena manusianya yang sudah berbeda.

Begitu juga, ada keasingan yang menjalari tubuh ini, ketika begitu lama melupakan yang DIATAS. Ada rasa malu yang sangat besar menghimpit pundak ini. Tetapi disaat keterasingan ini menjalari tubuh, ada rasa ekstase yang teramat nikmat. Mungkin seperti kita baru saja nembak cewek, ada rasa asing pada awalnya. Namun kemudian perlahan, hilang....hilang dan terus hilang. Yang ada hanya rutinitas dan kebiasaan.(*)

Read More......