Selamat Datang

Anda memasuki kawasan bebas berfikir dan berpendapat

21 April 2007

Pers dan Pabrik Tahu

Sebagai lembaga publik terbesar di Indonesia, DPR RI memiliki daya tarik tersendiri bagi para wartawan. Di gedung itu nasib bangsa ditentukan. Di sana kebijakan strategis dirumuskan. Tercatat sebanyak 429 wartawan baik cetak maupun elektronik, dalam dan luar negeri, bermarkas di gedung rakyat di Senayan Jakarta itu.

Melihat begitu banyaknya wartawan disana, pastinya strategi kehumasan mutlak diperlukan, agar para kuli tinta itu tidak kesulitan memperoleh berita. Mengingat setiap hari di DPR RI, dilangsungkan 17 kali rapat. Baik rapat komisi, rapat paripurna ataupun rapat kerja.

Agar semua persidangan itu tercover oleh wartawan, humas DPR RI harus wara-wiri dalam semua sidang. Tenaga humas mesti masuk kesetiap sidang yang dilangsungkan dan kemudian membuatkan realesenya. Realese itulah yang digunakanan para wartawan sebagai salah satu sumber berita.

Kemudian untuk aktivitas wartawan, setiap Jumat sore, kordinatoriat wartawan DPR RI menggelar dialog antara anggota dewan bersama akademisi dan pengamat sosial. Acara yang dinamakan dengan dialektika demokrasi ini dilakukan di ruangan humas DPR RI.

Hal tersebut adalah poin penting dialog bersama deputi Bidang persidangan dan kerjasama antara parlemen DPR RI, Nining Endang Sari. Di bawah deputi inilah ujung tombak pencitraan DPR RI yakni bagian Humas dan pemberitaan bernaung.

Selain melayani wartawan, humas DPR RI juga mesti melayanai surat masuk dari masyarakat, ribuan demonstran, dan beberapa kali darmawisata. Selama tahun 2006, kata Nining sebanyak 3000 surat masuk de DPR RI. Surat itu bisa berupa pelaporan, kritikan dan masukan.

Untuk menjaga ketertiban hearing para demonstran dengan anggota dewan, Setjed DPR RI memiliki kebijakan, hanya mengizinkan 50 perwakilan yang bisa ikut. Itu dilakukan untuk menciptakan suasana kondusif di gedung rakyat itu.

Tugas kehumasanan DPR RI semakin lengkap, selain wartawan, bagian humas dan pemberitaan juga juga melayani 550 anggota DPR RI dari 10 fraksi. Melayani 550 orang dengan pemikiran yang berbeda bukan perkara gampang. Bukan cuma pemikiran, ke 550 oarang anggota dewan itu juga memiliki kepentingan politik yang beragam. Namun itu bukan sebuah persoalan, karena dalam protapnya setjend DPR RI dan jajarannya tidak bisa masuk ke dalam ranah politik anggota dewan. Tetapi setjend bisa memberikan masukan lewat 200 tenaga ahli yang disediakan.

"Apakah masukan kita lewat staf ahli diterima atau tidak, itu hak mereka masing-masing. Kita hanya memberi masukan," ungkap Nining.

Banyaknya kepentingan politik di DPR atau Parlemen, agaknya sesuai dengan analogi yang dituliskan Goenawan Moehammad dalam bukunya, catatan pinggir V. Parlemen kata Goenawan, tidak ubahnya seperti pabrik tahu. Berbau bacin. Disana kedelai diinjak-injak sampai kental entah dengan kaki yang bagaimana, dicampur air sampai akhirnya berbentuk seperti lendir.

Ada kesan menjijikan dalam prosesnya, namun siapa nyana dari pabrik yang bau busuk itu, keluar beratus-ratus tahu bentuk kubus. Yang tentu saja semua orang suka. Parlemen, kata Gunawan juga tidak jauh berbeda, disana beratus kepentingan diaduk, perdebatan diwarnai sikut menyikut. Tapi apa hasil akhirnya? sebuah produk hukum yang mengatur kehidupan yang lebih baik. Layaknya sepotong tahu. (Goenawan Mohammad dalam catatan pinggir 5)

No comments: