Selamat Datang

Anda memasuki kawasan bebas berfikir dan berpendapat

22 April 2007

Genre Baru Penulisan Berita

Dalam beberapa tahun terakhir ini, metoda penulisan berita di berbagai media cetak nasional masih sebatas memaparkan masalah. Menyuguhkannya kepada masyarakat tanpa memberikan solusi dan pemecahannya. Padahal, diera digitalisasi seperti hari ini, pers dituntut sebagai pembimbing masyarakat (Guide Dog) bukan lagi sebatas anjing pengawas.

Sebagai anjing pembimbing, pers berkwajiban menunjukajari masyarakat untuk kehidupan lebih baik. Pergeseran peranan pers tersebut secara otomatis juga menggeser tren penulisan berita. Berita ditulis tidak hanya sebatas peristiwa dangkal atau sebatas peristiwa. Namun berita ditulis dalam bentuk laporan mendalam yang dilengkapi dengan pemecahan masalah, data-data pendukung yang kongrit. Dengan demikian pertanyaan masyarakat akan sebuah peristiwa terjawab semuanya.

Implementasi dari pers sebagai guide dog tercermin dalam pengembangan motede penulisan dalam bentuk jurnalisme presisi. Sebuah metoda yang memakai pendekatan ilmu sosial. Jurnalisme presisi diyakini sebagai genre baru jurnalistik. Dalam jurnalisme presisi sebuah masalah dianggap sebagai fenomene sosial yang butuh pemecahan secara komprehensif.

Selain dalam bentuk jurnalisme presisi, sesuai dengan perkembangan teknologi informasi, metoda penulisan berita juga mesti singkat. Dalam artian layaknya penulisan bahasa SMS. Padat, singkat namun memuat semua inti persolan. Jika media massa cetak, masih menampilkan berita panjang dan bertele-tele, jangan kaget jika media cetak hanya akan menjadi kenangan bagi generasi muda. Karena hari ini, generasi muda lebih suka melototi layar komputer untuk membaca berita daripada koran.

Kepala lembaga pendidikan jurnalistik Antara (LPJA) Indiwan Seto Wahju Wibowo dan instruktur senior LPJA Dadan Ramdani, di gedung LPJA Pasar Baru Jakarta, Jumat (20/4), menyebutkan hal itu.

Instruktur senior LPJA, Dadan Ramdani menampik anggapan bahwa sebuah berita yang panjang akan dalam dalam reportnya. Kedalaman sebuha berita, tidak tergantung pada panjang atau pendeknya tulisan, namun pada kecermatan penulisnya dalam mencari dan meramu sebanyak-banyaknya fakta yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas.

"Semakin pendek berita, semakin bagus. Asalkan semua unsur 5 W + 1 H nya sudah termaktub dalam berita itu," ungkap Dadan.

Terkait peranan pers selama ini sebagai oposisi pemerintah, Dadan berpendapat sudah tidak zamannya lagi. Kendati dalam sejarahnya pers Indonesia selalu mengambil posisi yang diametral (berlawan) dengan pemerintah. Yang harus diperkuat, adalah fungsi pengawasan oleh pers, sebagaiamana peranan pers sebagai pilar keempat demokrasi.

"Saya berfikir tidak saatnya lagi pers Indonesia sebagai oposisi pemerintah. Soalnya pemerintah Indonesia sudah begitu terbukannya. Kecuali peranan pengawasan. Itu yang penting dikembangkan," ungkap Dadan.(**)

No comments: