Selamat Datang

Anda memasuki kawasan bebas berfikir dan berpendapat

03 November 2007

Kematian Sebuah Kreasi

Kematian adalah sebuah creation. Kita tidak bisa menebak datangnya. Tidak dapat mengelaknya, namun kalau kita pahami polanya, kita bisa mengatasinya. (final Destination I)

Benarkah demikian? sepertinya tidak semunya salah. Memang tidak seorang pun yang bisa menolak kedatangannya, namun kita bisa pahami polanya. Tanggal 30 Oktober 2006, papaku Abdul Gani, kecelakaan dan meninggal dunia esok harinya 31 Oktober 2006. Pas satu minggu kemudian pada hari yang sama, kakaknya Ir Syamsuddin Analido, yang sudah terbaring selama 9 tahun akibat stroke, juga harus menghadap penciptanya.

Kalau papaku anak bungsu dari delapan saudara, Syamsuddin Analido adalah anak ke empat. Dalam keluarga besar kami, nama Syamsuddin Analido cukup dikenal, meski kami jarang bersua. Sejak usia belia, dia sudah merantau ke jakarta dan menamatkan SMP disana. Keaktifan dia dalam bidang politik mengantarkan namanya sebagai ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) cabang jakarta di era 1940-an. Kecerdasan dan jiwa leadershipnya menjadi parameter ketika pemerintah Indonesia mengirimkannya ke jepang melanjutkan studi S1 di bidang Teknik Metalurgi (peleburan logam). Di negara para samurai itu, Syamsuddin Analido sempat bekerja dan memiliki istri orang Jepang (Kemudian berpisah saat dia pulang ke Indonesia).

Singkat cerita, tahun 1995, stroke menyerangnya. Pria yang tadinya kuat ini, menjadi lemah. Selama bertahun-tahun dia hanya terkapar ditempat tidur. Tidak bisa menggerakan badan, tidak dapat berbicara, hanya mampu menggerakan mata dan sedikit mengerang.

Seperti kata Mak Tuo (kakak tertua papa), kepergian papa dianggapnya sebagai pelopor bagi yang lainnya. Kenapa tidak, sejak beliau dipanggil setahun yang silam, sudah 7 orang keluarga besar kami yang mengikuti beliau. Yang terakhir keponakannya, Faizal, yang tanggal meninggalnya pas dengan papa. Kalau papa berpulang 30 Oktober 2006, dia 30 Oktober 2007.

Kematian sebuah kraesi dan prosesnya memiliki pola. Ibaratnya belum kering air mata keluarga yang satu, kematian kembali mendatangi keluarga kami. Seminggu setelah Syamsuddin, secara berturut-turut dengan waktu yang acak, tetapi hanya berselang paling lama dua bulan, kembali yang lain menyusul. Penyebabnya pun macam-macam, namun umumnya oleh stroke dan kecelakaan. Dari tujuh kematian, dua orang mengalami kecelakaan, lima disebabkan stroke.

Apa yang bisa dibaca dari cerita itu. Susah memang. Aku pribadi, jangankan mengetahui, menebak pola dan maksudnya saja tidak bisa. Namun aku yakin, ada sebuah jaring penghubung yang tidak kebetulan dalam kisah itu. Ada sebuah kreasi dari yang kuasa. Dalam kematian tidak ada kebetulan. Kalau kita percaya pada takdir, semua langkah, hidup, mati, jodoh kita sudah diatur. Kita hanya bisa menjalani (walau soal ini aku masih bingung, apakah kita hidup seperti boneka kayu atau kehendak bebas seperti debu di Padang Pasir).(**)

No comments: