Selamat Datang

Anda memasuki kawasan bebas berfikir dan berpendapat

08 November 2007

Tsunami 5 Meter ?

Padang memang berpotensi terjadinya gempa dan Tsunami. Namun kabar menyejukan datang dari Ahli geologi dari Pusat Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Danny Hilman Natawidjaja. Rang sumando minang ini mengatakan kalaupun terjadi tsunami di Kota bingkuang, skenario paling buruk hanya setinggi 5 meter saja.

Pernyatan ahli gempa yang sudah meneliti perkembangan gempa Mentawai sejak 15 tahun silam ini sekaligus bantahan prediksi ahli Jerman (sebagimana yang pernah di ekspos Walikota Padang sebelumnya) yang mengatakan Tsunami di Kota Padang bisa mencapai tinggi 20 meter.

"Kondisi paling buruk hanya setinggi 5 meter saja. Itupun secara ilmiah sangat tidak mungkin tercapai. Kondisi paling moderat hanya 4 meter saja. Gelombang Tsunami 5 meter itu terjadi jika pergerakan gempa sejauh 20 meter," kata Danny Hilman Natawidjaja dalam silaturahmi bersama wakil walikota Padang, Drs Yusman Kasim, dirumah dinas wakil walikota, Rabu malam (7/11).

Dijelaskan rang sumando Minang ini pergerakan lempeng Australia yang berada di belakang pulau Mentawai terhadap lempeng eurasia yang ada diantara Padang dan
Mentawai hanya 5 cm/tahun. Dalam rentang 200 tahun ini, artinya pergerakan lempeng itu hanya 10 meter saja. Dengan asumsi seperti itu, artinya secara ilmiah sangat tidak memungkinkan tinggi gelombang 5 meter, karena untuk menghasilkan gelombang 5 meter dibutuhkan ayunan lempeng sejauh 20 meter.

Danny mengatakan dari kajian ilmiah pihaknya, gempa raksasa yang "bertapa" sejak terakhir bangun di tahun 1797 dan 1833 ternyata belum sepenuhnya terusik. Hal ini terlihat dari hasil plotting dari gempa-gempa yang sudah terjadi, dan tampaknya baru melepaskan akumulasi energi yang terkumpul di bagian pinggiran saja. Gempa yang bermula dari kakinya di ujung selatan (Bengkulu-red), sekarang ini terlihat menyebar dan mengepung bagian badan dan kepala "sang raksasa", yakni di bawah Pulau Siberut, Sipora dan Pagai.

"Berdasarkan prediksi saya kondisi Padang cukup mengkawatirkan dengan probabilitas terjadinya gempa dan tsunami 60 %. Potensi gempa akan terjadi Pulau Siberut, Sipora dan Pagai utara (didepan Kota Padang-red). Namun ibarat hujan, tidak seorang pun yang bisa memprediksinya. Bisa saja besok, sebulan lagi, bisa jadi setahun atau tiga puluh tahun lagi seeprti jarak gempa 1797 dengan 1833 lalu" tandas Danny yang saat itu didampingi koordinator Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sumbar, Ir Ade Edward.

Sejak gempa berkekuatan 7,9 SR mengguncang Sumbar 13 September silam, sudah ribuan kali terjadi gempa susulan. Disebutkannya, gempa susulan itu akan terus terjadi dengan kekuatan yang terus menurun, bahkan sampai setahun setelahnya.
Lalu bagaimana sebuah gempa disebut gempa susulan? Dijelaskannya, pada saat terjadinya gempa berskala magnitudo 8,4 di Bengkulu beberapa waktu silam, diperkirakan meluluhlantakkan zona batas lempeng di bawah wilayah antara Pulau Enggano dan Pagai seluas lebih kurang 300 x 100 km2 dan menggerakkan bumi di atasnya beberapa meter.

"Nah gempa yang terjadi disekitar area 300 x 100 km2 itu adalah gempa susulan. Namun jika suatu waktu ada gempa yang lebih kuat dari itu, artinya gempa yang kecil-kecil ini adalah gempa pendahuluan. Kalau terjadi gempa yang lebih besar, kekuatannya diprediksi hanya 8,5-8,9 SR saja," imbuh bapak dengan satu anak ini.

Lantas apa yang harus dilakukan masyarakat? Danny menilai kejadian gempa yang sudah berulang kali mengguncang kota ini setidaknya telah mendidik masyarakat untuk bertindak. Masyarakat sudah bisa mengambil keputusan begitu merasakan kekuatan gempa yang lebih besar dari gempa 13 September silam. "Masyarakat Padang pantas bersyukur. Soalnya dari segi kematangan, lebih matang Mentawai. Namun kenyataannya pasca Aceh yang terjadi duluan justru Nias, karena dekat dengan Aceh," tambahnya.(*)

No comments: